28.9 C
Yogyakarta
Selasa, 15 Oktober 2024

Memilih

“Kamu kenapa Mas?” Pertanyaan pagi ini yang kudengar dari orang yang paling kusayang, Ibuku.

“Gapapa.” Jawabku singkat.

“Kalo ada apa-apa bilang aja, Ibu bakal dengerin kok.” Kata Ibu sambil berjalan meninggalkan kamarku menuju dapur yang penuh aroma sedap dari makanan yang ia masak.

            Namaku Dimas Wahyu, 18 tahun. Aku tinggal bersama kedua orang tuaku. Ayahku bekerja di Negeri Paman Sam, Ibuku hanya ibu rumah tangga dan membuka warung sembako serta jajanan kecil-kecilan. Tak lupa ada kakak dan kedua adikku. Membaca dan menulis adalah hobiku. Pelajaran yang paling kusuka ialah Bahasa Indonesia dan Geografi adalah pelajaran yang kurang aku sukai. Belajar menurutku terlalu membosankan, hanya pada waktu tertentu saja untukku belajar, rangking kelasku selalu didapatkan oleh teman perempuanku yang disanjung karena kepintarannya. Pada tahun pertama dan kedua selalu mendapatkan rangking teratas, namanya Bior Putri.

Tercium aroma sedap yang menggiur lidahku, itulah masakan Ibu. Aku bergegas menuju meja makan yang ternyata sudah ada Mas Dino, Shelly, dan Bimo menunggu. Makanan pun datang, kami makan dengan lahap nasi goreng yang menjadi favorit keluarga yag tak lupa dengan tambahan ayam goreng serta sambal terasi penambah cita rasa yang nikmat. Selesai makan kami pamit kepada Ibu dan berangkat ke sekolah masing-masing. (Pengecualian untuk Mas Dino karena ia adalah mahasiswa)

            Kenapa orang yang kutemui pertama kali adalah teman sebangku yang gemar menjahiliku.

            DUGGHHH…..

            Tubuhku terdorong hingga terjatuh.

            “Yo,” Senyum yang mengintimidasi itu muncul, Gerry.

            “Napa harus ndorong, oi!!” bentakku kesal sambil membersihkan baju dan celana yang terkena pasir putih.

            “Masuk gih, Bu Rani tuh, pelajaran favoritmu, kan?” ucapnya tanpa ada rasa bersalah. Punggungnya hilang di sudut tangga ujung sekolah dan segera aku menyusulnya.

            Sesampainya di kelas, Gerry yang sudah duduk dengan posisi santai ditambah mukanya seperti tidak ada masalah yang terjadi dan tertawa melihatku.

            “Sorry Mas, hehe,” katanya.

            “Huh!” kesalku sambil menaruh tas di samping tempat duduknya.

            “Hahaha…. Canda doang, dih… sorry lah,” jawabnya sambil terkekeh.

“Oh iya, tugasmu udah belum tuh?”

            DEGGG…..   

Kata-kata itu membuatku tersadar bahwa buku Bahasa Indonesiaku tertinggal di meja belajar kamar dan tanpa kusadari Bu Rani telah berada di depan pintu kelas.

            Bu Rani membuka kelas seperti biasa, tetapi mengapa yang keluar dari mulutnya pertama kali ialah “Bagaimana tugas kalian? Yang sudah tolong kumpulkan ke depan.”

            Semua langsung mengumpulkan tugas tersebut. Termasuk Gerry yang tersenyum puas melihatku mematung diam di kursi. Setelah semua kembali ke tempat duduk masing-masing, kedua mata Bu Rani langsung tertuju padaku yang terdiam sebab hanya aku yang tak mengumpulkan tugas.

            “Mas? Kamu kenapa? Tugasmu kok belum dikumpulkan? Ayo segera dikumpulkan!” Berbagai pertanyaan Bu Rani yang menghujani dan membuatku menambah rasa bersalah.

            “Eeee…eee anu Bu, punya saya tertinggal di meja belajar kamar Bu.” ucapku terbata-bata.

            “Kok bisa?” tanyanya kembali.

            “Anu, kelupaan Bu, maaf,” kataku kembali dengan nada meminta maaf.

            “Oooh…. ya, besok kumpulkan ke rumah saya ya, Mas,” ucapnya yang membuatku lega.

            “Oke, sebelumnya ada yang mau bertanya?”

            “Saya Bu!” kataku lantang.

 “Ya Dimas, mau tanya apa?” Bu Rani merespon.

            “Saya masih bingung memilih jurusan untuk kuliah Bu, menurut Ibu bagaimana?”

            “Memang kamu mau ngambil jurusan apa?” tanyanya.

            “Kayaknya Sastra atau Psikologi Bu,” jelasku yang membuat kelas menjadi senyap, memperhatikan.

            “Memangnya kamu itu lebih condong kemana?” tanya Bu Rani kembali.

“Mungkin Sastra Indonesia Bu, kalau Psikologi saya hanya ingin saja belajar caranya menerawang orang hehe,” kataku yang membuat seisi kelas tertawa. Bu Rani hanya tersenyum tipis.

“Begini Mas, Sastra Indonesia merupakan suatu bidang ilmu yang mempelajari puisi, prosa, cerita, novel, naskah, dan karya sastra lainnya dalam Bahasa Indonesia itu sendiri dan lulusannya biasanya menjadi editor, copy writer, content creator, penerjemah, dan penulis.” jelas Bu Rani yang membuatku terdiam sejenak.

Bu Rani menghela nafas sebentar lalu melanjutkan penjelasannya.

“Lalu Psikologi itu sendiri merupakan suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hubungan-hubungan antar manusia, Ilmu Psikologi ini juga ada yang masuk kedalam pelajaran Sosiologi, lulusannya biasanya bekerja dibidang Human Resources atau HRD, tenaga-tenaga pendidik atau menjadi konsultan karier,”

Tanpa disadari bel pergantian pelajaran pun berbunyi, “Oke, agar ibu bisa melihat apa saja rencana jurusan kuliah kalian, maka tulis rencana jurusannya di kertas beserta nama dan kelas, dan untuk Dimas, terima kasih atas pertanyaannya dan jangan lupa dengan tugasnya dikirim ke rumah ibu. Cukup sekian, terima kasih,” kata tersebut menutup percakapan Bu Rani dan pertanda pelajaran Bahasa Indonesia telah berakhir sudah.

“Gila bisa nanya gitu, Mas, hahaha,” gelak tawa Gerry memecah keheningan kelas.

“Iya woii, hahaha, gak expect sama pertanyaanmu, Mas,” Bior menambahkan. Seisi kelas menulis rencana jurusannya masing-masing. Ada yang ingin masuk Ekonomi, Akuntansi, Entrepreuner, Hubungan Internasional atau HI, dan sebagainya. Adi, ketua kelas kami, menarik satu-persatu kertas yang sudah terisi tulisan rencana jurusan kuliah para murid.

Bel istirahat berbunyi, teman-teman sekelasku langsung menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang bergemuruh sedari tadi setelah pusing memahami pelajaran Matematika. Gerry dan aku menghampiri Bior yang sedang memakan jajanan ‘Komo’ yang terkenal pada masanya, mungkin sampai sekarang.

“Iorrr!” teriakku.

“Oi!!” balasnya.

“Gak usah teriak gitu, Mas,” Gerry menasehati.

“Hehe, eh Ior, rencana jurusanmu apa?” tanyaku sambil duduk di sebelahnya disusul Gerry yang duduk di sebelahku.

“Emmm, kayaknya HIaja deh, tapi Akuntansi juga boleh sih,” jelasnya.

“Wah mantep tuh!” timpalku. “Kamu apa Ger?”

“Keknya, emm…. Psikologi aja deh,” jawab Gerry sambil memakan semangkuk bakso panas dicampur sambal pedas yang memikat lidahku.

“Behhh, mantep!” kataku bersamaan dengan Bior.

Saat pulang sekolah, aku tersenyum bagai pelangi yang indah. Di sampingku Gerry sibuk   mengunyah permen karet rasa buah-buahan dan kami berpisah di simpang empat yang sepi.

          “Duluan Mas! Hati-hati!” teriak Gerry di seberang jalan sana.

          “Yooo!! balasku.

          Sesampainya di rumah aku mencari Ibu yang kulihat di halaman belakang rumah sedang sibuk dengan banyaknya cucian yang menumpuk. Tak lupa aku menyalaminya.

          “Bu, sekarang aku udah tau mau milih jurusan kuliah apa hehe,” ucapku dengan muka ceria.

          “Ohh… karena itu tadi pagi kamu melamun ya Mas?” Ibu menebak.

          “Iya, Bu,” aku menyeringai.

          “Memangnya mau milih jurusan apa Mas?” Tanya Ibu.

          “Sastra Indonesia kayaknya Bu, soalnya sefrekuensi sama hobiku, terus buat cadangan kayaknya Akuntansi atau Psikologi aja deh,” jelasku.

          “Wah, anak ibu mau jadi penulis nihh,” Balas Ibu dengan senyum tipis.

          “Amin Bu, doain ya,” pintaku.

          “Iya, Mas, selalu kok. Oh iya, itu Ibu udah nyiapin makanan kesukaanmu di meja makan. Jangan lupa ganti baju, terus langsung makan aja. Oh iya, nanti habis makan tolong jemput adik-adikmu pakai motor ya, soalnya cucian Ibu masih numpuk,” kata Ibu sambil mengucek baju-baju di ember.

          “Siap Bu, laksanakan.” jawabku dengan menirukan sikap hormat kepada Ibu. Lalu, aku berjalan ke dalam rumah dan melaksanakan apa yang dikatakan Ibu tadi.

          Seusai makan, aku langsung menjemput adik-adikku, si Shelly yang bersekolah di SMP di kota dan Bimo yang bersekolah di SD desa seberang. Di jalan aku berkata dalam hati “Akhirnya aku bisa memilih jurusan kuliahku sendiri, hahaha.” Semoga aku bisa masuk.

Oleh: Rifa'i Hilmy Arrasyid
Editor: Danu Rahman Wibowo
Disclaimer: Konten adalah hak cipta dan tanggung jawab masing-masing pembuat, kecuali dinyatakan sebaliknya. Selengkapnya

1 Komentar

Komentar telah ditutup.

Ikuti KweeksNews!

106FansSuka
1,129PengikutIkuti
41PengikutIkuti

Kiriman Terbaru

- Iklan -