Lembaga Pers Mu’allimin — Yogyakarta (29/05/2024), Ruang pameran yang memanjakan mata yang terpampang dan juga sejuknya angin sore berteman dengan pohon rindang yang tertiup angin Sepoi sore menjadi tempat dimana acara ini dilaksanakan, tepatnya di Kimiko Art. Dengan bekerjasama dengan Anakpanah.id, pada hari itu, terlaksana lah sebuah talkshow yakni tentang “Refleksi Pemikiran Buya Ahmad Syafii Maarif.
Di acara talkshow kali ini, dipanggil lah 3 Narasumber yang tidak main-main, antara lain : Dr. Fajar Riza Ul-Haq, M.A (Staff khusus menteri sekretaris negara), Dr. Abdul Ghaffar Karim, M.A (Ketua departemen politik dan pemerintahan Fisipol UGM), dan juga Kombes Polres Alfian Nurrizal SIK (Dirlantas Polda DIY). Siapa yang tidak kenal Buya Syafii Maarif? Pastinya sudah tidak asing lagi terdengar oleh telinga kita, begitulah lontaran pertanyaan pertama yang ditanyakan moderator kepada para 3 Narasumber. Disitu dijawablah dengan sebuah cerita, ada yang baru saja bertemu 2 bulan sebelum beliau wafat, ada yg sudah lama sekali mengenal Buya bahkan hingga pernah bertemu.
Dilanjut dengan sebuah tanggapan terkait kacamata narasumber tentang pemikiran Buya, salah satu statement yang sangat mendalam yaitu “Buya itu orangnya tidak takut dengan kebesarannya sendiri” begitulah yang diucapkan oleh pak Fajar Riza. Lalu ketika berlanjut kepada cerita Pak Alfian Nurrizal tentang Buya yang berkata bahwa “Kamu itu petarung”. Pak Alfian sendiri mengatakan, apa yang dimaksud dengan “Petarung” yang disebutkan Buya? Adalah Polisi ( tidak hanya polisi) itu hanya melaksanakan tugas untuk masyarakat, hanya itu!!! Dan bahkan menyangkut Generasi muda yang harus tidak boleh patah arah , juga harus totalitas dengan apa saja yang ia tekuni itu. Generasi muda sekarang juga diharapkan untuk memperluas pergaulan untuk menambah relasi.
Acara pun berjalan dengan lancar hingga diakhir acara, moderator mempersilahkan 3 narasumber untuk memberikan “closing statement” kepada para hadirin. Salah satu yang kami tangkap yakni dari pak Fajar Riza yang berkata “ Buya itu kita ibaratkan dengan seekor burung cenderawasih yang terbang tinggi di awan yang bebas tetapi dia tidak lupa dengan sarang dimana ia dilahirkan dan dibesarkan” yang dimaksud disini adalah kemanapun, dimanapun bahkan sampai jadi apapun kita itu berada, jangan lupa dengan jati diri asal muasal kita.
Oleh: Rifa'i Hilmy Arrasyid.
Editor: Haidar Ahmad Zabran Aliyuddin.