31.1 C
Yogyakarta
Selasa, 12 Agustus 2025
BerandaArtikelMenjadi Katak dalam Tempurung ala Santri Mu’allimin

Menjadi Katak dalam Tempurung ala Santri Mu’allimin

Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta yang didirikan sejak tahun 1918 sudah memasuki abad keduanya. Abad kedua bukanlah umur yang pendek bagi sebuah isntitusi pendidikan di Indonesia, banyak hal yang telah dilewati oleh Madrasah ini, mulai dari pendudukan Belanda, hingga pemerintahan presiden Joko Widodo. Maka dari itu, tidak salah bagi seorang santri Mu’allimin untuk berbangga dengan umur tua dari madrasah tempat ia menimba ilmu, apalagi ketika membaca fakta bahwa madrasah ini didirikan langsung oleh founding father persyarikatan Muhammadiyah, yaitu KH. Ahmad Dahlan. Sayangnya, terdapat beberapa beberapa oknum, yang saking bangganya dengan fakta-fakta sejarah tadi, menjadi sombong dan kemudian menutup mata karena terlena oleh romantisme sejarah yang dibangun oleh pendahulu Madrasah Mu’allimin.

Titel sekolah kader persyarikatan yang melekat kuat dalam Madrasah Mu’allimin menjadikan para santrinya lupa bahwa titel itu tidak dapat tersematkan dengan sembarangan, terdapat perjuangan dari para pendahulu yang dengan semangat juang tingginya, mereka mengenalkan Muhammadiyah ke seluruh pelosok negeri. Oleh karena itu, jika kita telusuri lebih dalam, banyak sekali ranting-ranting dan cabang-cabang Muhammadiyah yang ternyata didirikan oleh para santri Mu’allimin di zaman dulu.Kesombongan itu membuat para santri Mu’allimin merasa gampang berpuas diri atas proses perkaderan yang ada selama pendidikan enam tahun mereka di Madrasah Mu’allimin, karena merekaa menganggap bahwa perkaderan yang diadakan sudah cukup bagi perkembangan keilmuan mereka, padahal perkaderan yang diadakan oleh Madrasah Mu’allimin selama enam tahun sebenarnya hanyalah wadah untuk menuangkan, mengarahkan, dan mengembangkan ilmu yang mereka dapatkan selama masa pendidikan mereka, entah ilmu itu mereka dapatkan melalui literatur-literatur yang mereka baca atau pengalaman-pengalaman yang mereka alami secara langsung.Kesombongan ini juga yang akhirnya menjadikan para santri Mu’allimin bagai katak dalam tempurung yang hanya “melompat-lompat” dan “menari-nari” dalam lingkungan Madrasah Mu’allimin saja. Hal ini sudah tentu bukanlah kabar baik bagi seseorang yang digadang-gadang sebagai kader persyarikatan Muhammadiyah, seharusnya santri Mu’allimin memiliki kemauan untuk menurunkan sedikit ego dan gengsi mereka untuk mengintip barang sejenak saja terhadap “dunia luar” yang tentunya lebih luas daripada lingkungan madrasah yang itu-itu saja.

Kemauan untuk mengintip “dunia luar” tentu pada akhirnya akan menambah wawasan para santri, yang kemudian hal ini akan bermanfaat bagi mereka juga. Sikap keterbukaan terhadap “dunia luar” akan membuat para santri Mu’allimin menjadi seseorang yang lebih bisa menerima perbedaan yang nantinya akan mereka hadapi di kehidupan pasca menimba ilmu di Madrasah Mu’allimin. Selain itu, sikap keterbukaan terhadap “dunia luar” ini juga membuat seseorang menjadi lebih rendah hati, tidak sombong dan besar kepala menyandang titel sebagai santri Mu’allimin, karena mereka akan tahu dan sadar, bahwa di luar sana ada orang yang lebih baik daripada mereka.

Oleh:Yudhistira Brigas
Editor:M.Abimanyu
Disclaimer: Konten adalah hak cipta dan tanggung jawab masing-masing pembuat, kecuali dinyatakan sebaliknya. Selengkapnya

Ikuti KweeksNews!

107FansSuka
1,153PengikutIkuti
41PengikutIkuti

Kiriman Terbaru

- Iklan -