Lembaga Pers Mu’allimin– Sejak zaman Romawi Kuno, kisah tentang Hari Valentine telah melintasi masa dan membentuk tradisi cinta yang diwariskan dari generasi ke generasi, menjamur ke berbagai bangsa dan negara. Namanya diambil dari seorang pendeta Katolik bernama Saint Valentine yang hidup pada tahun 270 Masehi di Roma.
Kisahnya muncul ketika Claudius II, seorang kaisar Romawi penyembah berhala, membuat peraturan bahwa kesatria Romawi tidak boleh melangsungkan pernikahan karena percaya bahwa tentara Romawi harus mengabdi sepenuhnya kepada Roma. Peraturan ini kemudian disahkan. Namun, Saint Valentine jatuh cinta pada seorang prajurit Romawi dan diam-diam menikahinya dengan upacara Kristen secara rahasia karena dirinya percaya tentang arti sebuah cinta dalam hidupnya yang tidak boleh diatur.
Meski sejarah yang beredar menyebutkan bahwa Saint Valentine menyatukan pasangan yang dilarang oleh kaisar pada masa itu, ada juga versi yang mengaitkannya dengan Festival Lupercalia, tradisi Romawi Kuno yang merayakan keberanian dan kejantanan. Dalam festival Lupercalia, terdapat unsur seksual yang dianggap sebagai penghormatan kepada Dewa Kesuburan, yang justru tidak menunjukkan kasih dan cinta.
Meskipun terdapat perbedaan versi dalam sejarah, Hari Valentine yang kita kenal saat ini telah tumbuh menjadi simbol universal cinta dan kasih sayang. Sehingga terkadang bisa dirayakan dengan siapa saja, seperti orang tua, pasangan suami istri, sahabat, maupun saudara.
Namun, bagaimana sikap kita sebagai seorang Muslim dan santri Mu’allimin dalam menyikapi Hari Valentine ini?
Sebagai individu Muslim yang menempuh pendidikan di lingkungan Muhammadiyah, kita diajarkan untuk memahami nilai-nilai Islam dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun Hari Valentine telah menjadi tradisi meriah di berbagai belahan dunia, para Ustaz Mu’allimin juga banyak mengingatkan santri Mu’allimin untuk tidak tergoda oleh budaya asing ini.
Dalam memahami Hari Valentine, kita dapat terus mengimplementasikan nilai-nilai kasih sayang kepada orang di sekitar kita setiap saat, tanpa terikat hari-hari tertentu. Sebagai santri, kita diajarkan untuk menjaga akhlak dan moralitas yang baik. Oleh karena itu, menyikapi Hari Valentine dengan cara yang sesuai dengan ajaran agama Islam dapat menjadi bentuk kontribusi kita untuk menjaga keberlangsungan nilai-nilai luhur yang ditanamkan dalam diri sebagai kader Muhammadiyah.
Dibalik riwayat sejarah Hari Valentine yang kompleks, kita dapat menemukan makna yang mendalam jika kita mampu menggabungkan nilai-nilai Islam dalam setiap langkah kita. Maka, Hari Valentine bukan sekadar perayaan cinta yang bersifat sekuler, tetapi juga kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjalin kasih sayang yang sesuai dengan ajaran agama.
Oleh: Azzimar Amirul Alam Editor: Danu Rahman Wibowo