23.4 C
Yogyakarta
Selasa, 11 Februari 2025
BerandaArtikelPeran Generasi Muda terhadap Keberlangsungan Nasib Rakyat  dalam Pemilu 2024  

Peran Generasi Muda terhadap Keberlangsungan Nasib Rakyat  dalam Pemilu 2024  

Lembaga Pers Mu’allimin, IPM Mu’allimin– Pemilihan umum, atau lebih sering disingkat pemilu adalah suatu prosedur dimana  warga negara akan memilih sekaligus memberikan wewenang kepada yang terpilih untuk  menjadi pemimpin dan wakil rakyat (KPU Kota Bogor, 2020). Pemilu merupakan sebuah  ajang kompetisi bagi perseorangan maupun partai politik untuk dapat mengisi jabatan-jabatan  politik di pemerintahan yang didasarkan pada pilihan formal dari warga negara yang telah  memenuhi syarat pemilih.  

Fungsi utama dari pemilu itu sendiri ialah untuk menghasilkan kepemimpinan yang  benar-benar sesuai dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan rakyat. Menurut (Pamungkas,  2009), setidaknya, pemilu memiliki tiga fungsi dasar. Salah satunya ialah pemilu menjadi mekanisme utama bagi keberlangsungan demokrasi perwakilan rakyat. Pemilu merupakan  sebuah mekanisme dimana rakyat dapat berkuasa dan memilih nasib dirinya sendiri. Seiring dengan berkembangnya zaman, kebutuhan manusia juga ikut berkembang sedemikian  kompleks. Kebutuhan rakyat yang terlalu kompleks dan variatif ini menyebabkan kesulitan  bagi rakyat itu sendiri ketika hendak berdiskusi untuk dapat menyelesaikan permasalahan permasalahan yang timbul secara tuntas. Maka dari itu, lahirlah demokrasi sebagai solusi bagi rakyat dalam menyelesaikan permasalahannya, melalui perwakilan-perwakilannya yang telah  dipilih sesuai dengan kesepakatan dalam pemilu. Menilik dari fungsinya, pemilu merupakan  suatu hal yang sangatlah penting. Karena dengan hal tersebut, nasib suatu rakyat ditentukan. Maka dari itu, adalah suatu kewajiban bagi rakyat untuk dapat memilih calon-calon perwakilan mereka dengan mempertimbangkan terlebih dahulu baik buruknya bagi masa depan negara dan rakyat itu sendiri.  

Pada zaman modern ini, mayoritas rakyat Indonesia yang memiliki hak untuk dapat  memilih dalam pemilu adalah generasi muda. Generasi muda atau lebih dikenal dengan sebutan populernya yaitu Generasi Z, adalah generasi yang lahir pada antara tahun 1997  sampai dengan 2012. Berdasarkan data demografi Indonesia, disebutkan bahwa jumlah  pemuda di Indonesia sesuai dengan range usia antara 16-30 tahun, berjumlah sekitar 61,8 juta  orang, atau 24,5 % dari total jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 252 juta orang.  Jumlah yang cukup besar ini menjadikan generasi muda memiliki pengaruh suara voting yang besar terhadap keberlangsungan pemilu. Meskipun memiliki jumlah suara yang signifikan,  minat generasi muda dirasa kurang dalam hal-hal yang bersifat politik.  

Berdasarkan data survei yang dilakukan oleh Katadata Insight Center (2023) kepada  1005 generasi muda, sebanyak 40,2% generasi muda tidak memiliki ketertarikan dengan hal hal yang berkaitan dengan politik. Penyebab utamanya adalah korupsi yang sering dilakukan  oleh pejabat-pejabat negara yang sebelumnya dipilih oleh masyarakat dalam pemilu, dengan  harapan dapat mensejahterakan mereka. Pengkhianatan oleh pejabat-pejabat ini membuat rakyat merasakan penderitaan serta kesenjangan sosial yang tinggi. Tidak hanya itu, beredarnya isu-isu hukuman yang dapat dengan mudahnya dimanipulasi sesuai dengan  keinginan pejabat-pejabat ini meniadakan efek jera dari hukuman itu sendiri, sehingga  koruptor tersebut tidak perlu merasa takut dan dapat dengan leluasa untuk mengambil hak-hak rakyat dengan cara korupsi. Akibatnya, hukuman bagi para koruptor tidak lagi memiliki arti. Munculah suatu pandangan bahwa pemilu hanyalah sebuah formalitas belaka dalam  pemerintahan. Karena visi, misi, dan tujuan yang dipaparkan saat kampanye berbanding  terbalik dengan apa yang direalisasikan setelah terpilih menjadi wakil rakyat. Rendahnya  minat terhadap politik, ditambah dengan munculnya stigma pemilu hanyalah sekadar  formalitas belaka menyebabkan mayoritas generasi muda enggan untuk menyelami dunia  politik lebih dalam. Jika permasalahan ini tidak ditindaklanjuti, akan timbul suatu  problematika baru pada generasi muda, yakni minimnya kemampuan mereka dalam berliterasi  seputar politik.  

Seperti yang kita ketahui dalam kampanye, semua partai pasti akan mempromosikan  kandidat-kandidat mereka sebaik-baiknya. Hal-hal yang dipromosikan biasanya adalah hal-hal  yang menjadi solusi bagi permasalahan yang tengah dihadapi rakyat. Contoh mudahnya,  anggap harga listrik kian meningkat dari tahun ketahun, di saat kampanye, partai itu pasti akan  mempromosikan kandidatnya seperti ini: jika kandidat 1 dari partai A terpilih, maka biaya listrik akan diturunkan. Secara otomatis, rakyat yang awam akan politik cenderung akan  memilih kandidat tersebut. Mereka berharap bahwa dengan memilih kandidat tersebut, harga  listrik dapat turun. Sayangnya, mereka tidak mengetahui bahwa itu hanyalah cara kotor suatu partai untuk dapat memenangkan kandidatnya. Peran generasi muda disini sangatlah  diperlukan. Mengapa demikian? Perlu kita ingat bahwa generasi muda terkenal dengan  sifat khasnya, yaitu sifat kritis dalam berpendapat. Sifat ini tentunya akan membuat partai-partai mempertimbangkan kembali soal gagasan-gagasan yang telah mereka usung  sebelumnya. Setidaknya mereka harus membuat gagasan-gagasan yang lebih rasional dan  tidak terkesan terlalu mengada-ngada, supaya mereka dapat terlihat meyakinkan bagi para  generasi muda.  

Selain sifat kritis dalam berpendapat, generasi muda juga terkenal akan sifat mereka  yaitu melek teknologi (Nanggala, 2020), terutama dalam teknologi komunikasi, seperti  medsos. Sifat ini membuat generasi muda dapat dengan mudah untuk mencari berbagai  informasi yang mereka butuhkan dengan cepat. Dengan memanfaatkan teknologi, mereka  dengan cepat dapat memprediksi mana kandidat-kandidat yang terkualifikasi untuk dapat  dijadikan sebagai perwakilan dari rakyat Indonesia dalam hal kepemerintahan 

Namun, telah kita tinjau sebelumnya, generasi muda saat ini sedang mengalami suatu  permasalahaan. Mereka tengah berada dalam keadaan minim literasi akan politik. Ini merupakan suatu hal yang berbahaya, mengingat generasi pemuda memiliki peran besar  dalam menentukan mana kandidat-kandidat yang sekiranya sesuai dan dapat memimpin  Indonesia bergerak menuju ke arah yang lebih baik. Akibatnya, meski generasi muda ikut  berpartisipasi dalam pemilu, nyatanya karena mereka dalam keadaan minim literasi akan  politik, menyebabkan mereka tidak mengerti mana kandidat yang harus dipilih. Sehingga,  ujung-ujungnya mereka juga memilih dengan asal-asalan dan sekedar sebagai formalitas  belaka. Belum lagi, akhir-akhir ini, banyak berita hoaks saling beredar mengenai calon  kandidat-kandidat. Hal ini akan memperparah kebingungan mereka, mana kandidat yang  harus dipilih, agar dapat memimpin bangsa Indonesia menuju arah yang lebih baik.  

Hadirnya permasalahan ini akan menjadi tantangan bagi generasi muda untuk dapat  memanfaatkan sifat khas mereka. Sifat kritis dalam berpendapat dihadang oleh keadaan  minim literasi politik. Sementara, sifat melek akan teknologi akan dihadang dengan maraknya informasi palsu seputar kandidat-kandidat dalam pemilu ini. Permasalahan ini tidak dapat  dibiarkan begitu saja, mengingat masa depan rakyat Indonesia berada di tangan kandidat kandidat yang nantinya akan terpilih. Maka dari itu, adakah solusi untuk dapat mengatasi  permasalahan-permasalahan ini?  

Solusi yang sekiranya dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan diatas ialah  dengan meningkatkan kembali semangat generasi muda dalam berpolitik. Seperti yang  dipaparkan sebelumnya bahwa minat generasi muda terhadap politik sedang berada dititik  terendahnya, sehingga mereka menjadi minim literasi terhadap politik. Tentunya, para  koruptorlah yang harus disalahkan atas kejadian ini. Meski begitu, generasi muda tetap harus  mengerti bahwa mereka harus tetap berjuang untuk mengkritisasi kandidat-kandidat calon  perwakilan rakyat. Karena ditangan merekalah nantinya masa depan rakyat Indonesia  dipertaruhkan. Di tangan merekalah nanti, nasib kesejahteraan rakyat ditentukan. Maka dari  itu, generasi muda harus sebisa mungkin kembali menanamkan semangat berpolitik kepada  diri mereka sendiri. Dengan semangat berpolitik, ditambah dengan sifat kritis berpendapat dan  melek akan teknologi, diharapkan generasi muda dapat menjadi hakim penentu kualitas bagi  para kandidat-kandidat perwakilan rakyat. Pengorbanan besar dari generasi muda ini semoga  kelak akan mendapat balasan yang setimpal, yakni terwujudnya pemerintahan yang dapat mensejahtrakan rakyat.  

Akhir kata, terimakasih.

*Artikel ini meraih juara 1 lomba opini yang diselenggarakan oleh bidang PIP PR IPM Mu’allimin 23/24.

Oleh: M. Tahta Al-Kautsar
Editor: Danu Rahman Wibowo
Disclaimer: Konten adalah hak cipta dan tanggung jawab masing-masing pembuat, kecuali dinyatakan sebaliknya. Selengkapnya

Ikuti KweeksNews!

105FansSuka
1,153PengikutIkuti
41PengikutIkuti

Kiriman Terbaru

- Iklan -