Lembaga Pers Mu’allimin, IPM Mu’allimin– Pemilihan umum, atau lebih sering disingkat pemilu adalah suatu prosedur dimana warga negara akan memilih sekaligus memberikan wewenang kepada yang terpilih untuk menjadi pemimpin dan wakil rakyat (KPU Kota Bogor, 2020). Pemilu merupakan sebuah ajang kompetisi bagi perseorangan maupun partai politik untuk dapat mengisi jabatan-jabatan politik di pemerintahan yang didasarkan pada pilihan formal dari warga negara yang telah memenuhi syarat pemilih.
Fungsi utama dari pemilu itu sendiri ialah untuk menghasilkan kepemimpinan yang benar-benar sesuai dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan rakyat. Menurut (Pamungkas, 2009), setidaknya, pemilu memiliki tiga fungsi dasar. Salah satunya ialah pemilu menjadi mekanisme utama bagi keberlangsungan demokrasi perwakilan rakyat. Pemilu merupakan sebuah mekanisme dimana rakyat dapat berkuasa dan memilih nasib dirinya sendiri. Seiring dengan berkembangnya zaman, kebutuhan manusia juga ikut berkembang sedemikian kompleks. Kebutuhan rakyat yang terlalu kompleks dan variatif ini menyebabkan kesulitan bagi rakyat itu sendiri ketika hendak berdiskusi untuk dapat menyelesaikan permasalahan permasalahan yang timbul secara tuntas. Maka dari itu, lahirlah demokrasi sebagai solusi bagi rakyat dalam menyelesaikan permasalahannya, melalui perwakilan-perwakilannya yang telah dipilih sesuai dengan kesepakatan dalam pemilu. Menilik dari fungsinya, pemilu merupakan suatu hal yang sangatlah penting. Karena dengan hal tersebut, nasib suatu rakyat ditentukan. Maka dari itu, adalah suatu kewajiban bagi rakyat untuk dapat memilih calon-calon perwakilan mereka dengan mempertimbangkan terlebih dahulu baik buruknya bagi masa depan negara dan rakyat itu sendiri.
Pada zaman modern ini, mayoritas rakyat Indonesia yang memiliki hak untuk dapat memilih dalam pemilu adalah generasi muda. Generasi muda atau lebih dikenal dengan sebutan populernya yaitu Generasi Z, adalah generasi yang lahir pada antara tahun 1997 sampai dengan 2012. Berdasarkan data demografi Indonesia, disebutkan bahwa jumlah pemuda di Indonesia sesuai dengan range usia antara 16-30 tahun, berjumlah sekitar 61,8 juta orang, atau 24,5 % dari total jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 252 juta orang. Jumlah yang cukup besar ini menjadikan generasi muda memiliki pengaruh suara voting yang besar terhadap keberlangsungan pemilu. Meskipun memiliki jumlah suara yang signifikan, minat generasi muda dirasa kurang dalam hal-hal yang bersifat politik.
Berdasarkan data survei yang dilakukan oleh Katadata Insight Center (2023) kepada 1005 generasi muda, sebanyak 40,2% generasi muda tidak memiliki ketertarikan dengan hal hal yang berkaitan dengan politik. Penyebab utamanya adalah korupsi yang sering dilakukan oleh pejabat-pejabat negara yang sebelumnya dipilih oleh masyarakat dalam pemilu, dengan harapan dapat mensejahterakan mereka. Pengkhianatan oleh pejabat-pejabat ini membuat rakyat merasakan penderitaan serta kesenjangan sosial yang tinggi. Tidak hanya itu, beredarnya isu-isu hukuman yang dapat dengan mudahnya dimanipulasi sesuai dengan keinginan pejabat-pejabat ini meniadakan efek jera dari hukuman itu sendiri, sehingga koruptor tersebut tidak perlu merasa takut dan dapat dengan leluasa untuk mengambil hak-hak rakyat dengan cara korupsi. Akibatnya, hukuman bagi para koruptor tidak lagi memiliki arti. Munculah suatu pandangan bahwa pemilu hanyalah sebuah formalitas belaka dalam pemerintahan. Karena visi, misi, dan tujuan yang dipaparkan saat kampanye berbanding terbalik dengan apa yang direalisasikan setelah terpilih menjadi wakil rakyat. Rendahnya minat terhadap politik, ditambah dengan munculnya stigma pemilu hanyalah sekadar formalitas belaka menyebabkan mayoritas generasi muda enggan untuk menyelami dunia politik lebih dalam. Jika permasalahan ini tidak ditindaklanjuti, akan timbul suatu problematika baru pada generasi muda, yakni minimnya kemampuan mereka dalam berliterasi seputar politik.
Seperti yang kita ketahui dalam kampanye, semua partai pasti akan mempromosikan kandidat-kandidat mereka sebaik-baiknya. Hal-hal yang dipromosikan biasanya adalah hal-hal yang menjadi solusi bagi permasalahan yang tengah dihadapi rakyat. Contoh mudahnya, anggap harga listrik kian meningkat dari tahun ketahun, di saat kampanye, partai itu pasti akan mempromosikan kandidatnya seperti ini: jika kandidat 1 dari partai A terpilih, maka biaya listrik akan diturunkan. Secara otomatis, rakyat yang awam akan politik cenderung akan memilih kandidat tersebut. Mereka berharap bahwa dengan memilih kandidat tersebut, harga listrik dapat turun. Sayangnya, mereka tidak mengetahui bahwa itu hanyalah cara kotor suatu partai untuk dapat memenangkan kandidatnya. Peran generasi muda disini sangatlah diperlukan. Mengapa demikian? Perlu kita ingat bahwa generasi muda terkenal dengan sifat khasnya, yaitu sifat kritis dalam berpendapat. Sifat ini tentunya akan membuat partai-partai mempertimbangkan kembali soal gagasan-gagasan yang telah mereka usung sebelumnya. Setidaknya mereka harus membuat gagasan-gagasan yang lebih rasional dan tidak terkesan terlalu mengada-ngada, supaya mereka dapat terlihat meyakinkan bagi para generasi muda.
Selain sifat kritis dalam berpendapat, generasi muda juga terkenal akan sifat mereka yaitu melek teknologi (Nanggala, 2020), terutama dalam teknologi komunikasi, seperti medsos. Sifat ini membuat generasi muda dapat dengan mudah untuk mencari berbagai informasi yang mereka butuhkan dengan cepat. Dengan memanfaatkan teknologi, mereka dengan cepat dapat memprediksi mana kandidat-kandidat yang terkualifikasi untuk dapat dijadikan sebagai perwakilan dari rakyat Indonesia dalam hal kepemerintahan
Namun, telah kita tinjau sebelumnya, generasi muda saat ini sedang mengalami suatu permasalahaan. Mereka tengah berada dalam keadaan minim literasi akan politik. Ini merupakan suatu hal yang berbahaya, mengingat generasi pemuda memiliki peran besar dalam menentukan mana kandidat-kandidat yang sekiranya sesuai dan dapat memimpin Indonesia bergerak menuju ke arah yang lebih baik. Akibatnya, meski generasi muda ikut berpartisipasi dalam pemilu, nyatanya karena mereka dalam keadaan minim literasi akan politik, menyebabkan mereka tidak mengerti mana kandidat yang harus dipilih. Sehingga, ujung-ujungnya mereka juga memilih dengan asal-asalan dan sekedar sebagai formalitas belaka. Belum lagi, akhir-akhir ini, banyak berita hoaks saling beredar mengenai calon kandidat-kandidat. Hal ini akan memperparah kebingungan mereka, mana kandidat yang harus dipilih, agar dapat memimpin bangsa Indonesia menuju arah yang lebih baik.
Hadirnya permasalahan ini akan menjadi tantangan bagi generasi muda untuk dapat memanfaatkan sifat khas mereka. Sifat kritis dalam berpendapat dihadang oleh keadaan minim literasi politik. Sementara, sifat melek akan teknologi akan dihadang dengan maraknya informasi palsu seputar kandidat-kandidat dalam pemilu ini. Permasalahan ini tidak dapat dibiarkan begitu saja, mengingat masa depan rakyat Indonesia berada di tangan kandidat kandidat yang nantinya akan terpilih. Maka dari itu, adakah solusi untuk dapat mengatasi permasalahan-permasalahan ini?
Solusi yang sekiranya dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan diatas ialah dengan meningkatkan kembali semangat generasi muda dalam berpolitik. Seperti yang dipaparkan sebelumnya bahwa minat generasi muda terhadap politik sedang berada dititik terendahnya, sehingga mereka menjadi minim literasi terhadap politik. Tentunya, para koruptorlah yang harus disalahkan atas kejadian ini. Meski begitu, generasi muda tetap harus mengerti bahwa mereka harus tetap berjuang untuk mengkritisasi kandidat-kandidat calon perwakilan rakyat. Karena ditangan merekalah nantinya masa depan rakyat Indonesia dipertaruhkan. Di tangan merekalah nanti, nasib kesejahteraan rakyat ditentukan. Maka dari itu, generasi muda harus sebisa mungkin kembali menanamkan semangat berpolitik kepada diri mereka sendiri. Dengan semangat berpolitik, ditambah dengan sifat kritis berpendapat dan melek akan teknologi, diharapkan generasi muda dapat menjadi hakim penentu kualitas bagi para kandidat-kandidat perwakilan rakyat. Pengorbanan besar dari generasi muda ini semoga kelak akan mendapat balasan yang setimpal, yakni terwujudnya pemerintahan yang dapat mensejahtrakan rakyat.
Akhir kata, terimakasih.
*Artikel ini meraih juara 1 lomba opini yang diselenggarakan oleh bidang PIP PR IPM Mu’allimin 23/24.
Oleh: M. Tahta Al-Kautsar Editor: Danu Rahman Wibowo