31.7 C
Yogyakarta
Kamis, 26 Juni 2025
BerandaArtikelDarul Arqam Madya: Kader Mu'allimin sebagai Ujung Tombak Bangsa dan Persyarikatan

Darul Arqam Madya: Kader Mu’allimin sebagai Ujung Tombak Bangsa dan Persyarikatan

Amanat diawali oleh kata-kata Bapak Agus Taufiqurrahman bahwa sesungguhnya kader Mu’allimin akan menjadi pemimpin di masa yang akan datang. Jikalau kader Mu’allimin lebih dulu lahir daripada beliau, maka yang akan memberikan amanat adalah salah satu dari kita sebagai kader Mu’allimin, begitulah kiranya kata beliau.

“Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah”, itulah kata-kata yang terbenak di diri saya ketika Pak Agus menyetel video tentang betapa banyaknya peranan Muhammadiyah kepada bangsa Indonesia ini. KH. Ahmad Dahlan mengorganisir umat dalam menyebarkan dakwah amar ma’ruf mahi munkar mencakup tiga aspek.

Aspek yang pertama yaitu feeding (santunan kaum dhuafa). Di awal berdirinya Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan mendorong agar para anggotanya mengamalkan “teologi Al-Ma’un”, yaitu pembebasan. Pembebasan yang dimaksud adalah pembebasan dari kemiskinan, keterbatasan, serta pembebasan hak-hak manusia yang dirampas oleh manusia lain. Contohnya adalah dengan memberi makanan, pakaian, perlindungan kepada orang miskin, dan tidak menghardik anak yatim. Aspek ini berhasil dan perlu peningkatan lagi, hal ini dibuktikan dengan 384 Panti Asuhan Muhammadiyah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Aspek kedua yaitu Schooling (pendidikan). Muhammadiyah adalah pelopor sekolah modern di Indonesia yang memakai sistem kelas dan bangku. Hal itu dianggap westernisasi oleh orang setempat, padahal itu adalah suatu modernisasi dari sistem-sistem pendidikan sebelumnya. Muhammadiyah memberi kesempatan pada pribumi untuk bersekolah di sekolah Muhammadiyah pada kala itu. Dengan landasan “teologi Al-Qalam”, yaitu pencerdasan, Muhammadiyah sudah memiliki ribuan sekolah, madrasah, pesantren, bahkan perguruan tinggi.

Aspek ketiga yaitu Healing (kesehatan). Muhammadiyah sejak dulu kala menyediakan layanan kesehatan masyarakat, dimulai dari perkataan KH. Sudja’ yang ingin mendirikan rumah sakit umum di Indonesia pada kala itu. Walau dikatakan tidak mungkin oleh orang sekitarnya, pada akhirnya Muhammadiyah berhasil mendirikan PKO (Penolong Kesengsaraan Oemom) yang sekarang namanya menjadi RS PKU (Rumah Sakit Pembinaan Kesejahteraan Umat). Sekarang Muhammadiyah memiliki 461 Rumah Sakit, BKIA, dan Balai Pengobatan Milik Muhammadiyah. Semua ini dilandasi dengan “teologi Al-‘Asr”, yaitu pemberdayaan.

Gerakan sosial Muhammadiyah juga tidak pandang bulu, siapapun orangnya Muhammadiyah tetap akan membantu. Hal ini dibuktikan dengan adanya “Dakwah Komunitas” yang disampaikan saat Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar, yang merekomendasikan “Layanan Kelompok Difabel dan Minoritas”, “Peningkatan Tradisi Ilmiah”, serta “Dialog Antar Mazhab” agar tidak terjadi konflik di Indonesia, juga penegasan “Negara Pancasila” sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah. Muhammadiyah juga berperan penting dalam kemerdekaan NKRI, dibuktikan dengan banyaknya tokoh Muhammadiyah yang menjadi pahlawan nasional, seperti Jenderal Soedirman, Kahar Muzakkir, Mas Mansyur, Ki Bagus Hadikusumo, dsb.

Kita telah memahami betapa besarnya amal usaha Muhammadiyah serta peranan penting Muhammadiyah pada Indonesia, baik itu saat kemerdekaan atau pun zaman sekarang ini. Lalu apakah peranan santri Mu’allimin sebagai kader (penerus estafet perjuangan) Muhammadiyah untuk kemajuan umat, bangsa dan negara?

Sebelum itu kita harus mengenal apa itu “kader”. Kader adalah “core of the core” atau inti dari sebuah kelompok yang lebih besar dan terorganisir. Di Muhammadiyah sendiri kader adalah tenaga inti dalam persyarikatan yang menggerakkan organisasi ke arah tercapainya tujuan persyarikatan.

Kader sendiri mempunyai fungsi sebagai penggerak organisasi, dan berperan penting bagi persyarikatan, umat, bangsa, negara, bahkan global atau internasional. Dalam skematis yang relatif sederhana, kader bisa menjadi seorang ulama, pemimpin, pendidik, dan juga penggerak. Sebagai core of the core, kader memiliki peranan yang lebih besar dibandingkan dengan bagian yang lain, seperti anggota, simpatisan, dan aktivis.

Menjadi kader yang baik dan benar haruslah memiliki keintegritasan dan kompetensi, antara lain : keislaman dan keberagamaan (iman), akademis dan intelektual (ilmu), dan sosial kemanusiaan (amal). Dan di antara tiga kompetensi yang harus dikejar, sebagai kader yang baik kita harus ikhlas, baik itu dalam hal ibadah (keislaman dan keberagamaan), belajar (akademis dan intelektual), maupun berbuat baik dan ber-amar ma’ruf nahi munkar kepada sesama (sosial kemanusiaan).

Dari beberapa paragraf di atas kita dapat menyimpulkan; 1) kader Mu’allimin sebagai ujung tombak persyarikatan harus terus-menerus belajar, terus-menerus mengedukasi atau mencerdaskan diri sendiri, lingkungan, bahkan umat sekalipun sebagai manifestasi “teologi Al-Qalam”. 2) Memberdayakan potensi diri sendiri sebagai kader, memberdayakan sesama kader atau anggota Muhammadiyah, bahkan yang lebih luas lagi yaitu memberdayakan bangsa negara sebagai manifestasi teologi Al-Asr. 3) Kader juga harus membebaskan. Membebaskan di sini sebagai manifestasi teologi Al-Ma’un, yaitu tidak mengkotak-kotakkan suatu hal, saling berbagi, tidak menghardik dan sebagainya. Intinya, kader Muhammadiyah harus bisa berguna bagi persyarikatan, umat, bangsa, dan negara.

Oleh: Muhammad Atho Azizi (Santri Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta)
Editor: Qonuni Gusthaf Haq
Disclaimer: Konten adalah hak cipta dan tanggung jawab masing-masing pembuat, kecuali dinyatakan sebaliknya. Selengkapnya

Ikuti KweeksNews!

105FansSuka
1,153PengikutIkuti
41PengikutIkuti

Kiriman Terbaru

- Iklan -