Tak bisa dipungkiri lagi, Korean wave atau yang lebih dikenal dengan budaya dan gaya hidup Korea telah benar-benar mewarnai kehidupan masyarakat di berbagai belahan dunia, salah satunya ialah Indonesia. Indonesia pun menyambut kedatangan budaya Korea dengan sebegitu baiknya. Salah satunya yang marak di Indonesia ialah K-pop dan K-drama. Sebelumnya, apa itu K-pop? K-pop ialah singkatan dari Korean pop, yang bermakna julukan bagi boyband ataupun girlband asal Korea Selatan yang sedang membooming di kalangan para remaja. Sedangkan K-drama, ialah singkatan dari Korean drama.
Mungkin, jika kita bertanya kepada teman-teman ataupun anak remaja yang kita temui di jalanan, apakah mereka kenal dengan boyband Super Junior, EXO, BTS, atau girlband SNSD, Black Pink, Twice dan lain sebagainya, tentu kebanyakan dari mereka pasti akan menjawab bahwa mereka mengenal semua itu. Bahkan sebenarnya, tak hanya anak remaja, anak-anak yang masih di bawah umur, yang seharusnya masih berada dalam pantauan dan bimbingan orang tua saat bermain gawai pun juga ikut terbius oleh virus K-pop dan K-drama. Padahal, kebanyakan dari drama Korea yang disuguhkan tersebut adalah tontonan untuk orang yang sudah dewasa dan sangat tidak cocok apabila disajikan untuk anak yang masih di bawah umur. Bahkan seringkali kita juga menemui berbagai kedai makanan Korea di pinggiran jalan yang menyajikan hidangan khas negeri ginseng tersebut. Banyak pula kita temui makanan khas Korea yang diperjualbelikan di berbagai supermarket sekitar.
Tak hanya soal makanan, style ala Korea pun juga menjadi incaran para masyarakat Indonesia, terutama di kalangan remaja. Dengan mulai merajainya K-pop di dunia musik yang masuk ke Indonesia, tak jarang para remaja lebih mengidolakan para artis-artis tersebut dibandingkan dengan nabi umat Islam sendiri, Nabi Muhammad SAW. Padahal Indonesia sangat dikenal dengan masyarakatnya yang mayoritas muslim. Jika kita amati lebih dalam lagi, maraknya Korean wave di Indonesia ternyata lebih menghasilkan dampak negatif daripada dampak positif. Bagaimana tidak, budaya Korea memang sangat bertolak belakang dengan kebudayaan di Indonesia yang terkesan lebih sopan.
Apalagi jika dilihat dari kacamata Islam, Korean wave sangatlah bertentangan, terutama dalam stylenya yang cenderung minim bahan. Banyak dari girlband Korea yang menyajikan Music Video (MV)-nya menggunakan pakaian terbuka dan menjadi tontonan semua kalangan, sehingga banyak dari fans mereka yang tertarik untuk mengikuti gaya fashion para idola. Lebih mudharat lagi jika MV girlband tersebut dipertontonkan oleh para ikhwan, hal tersebut tentunya menimbulkan kemaksiatan seperti zina mata.
Namun, banyak juga orang yang membenarkan para girlband tersebut menampilkan pakaian yang memperlihatkan aurat mereka, ya tidak lain, mereka yang menilai seperti itu biasanya menggunakan kacamata liberal, komunis, dan sekuler sebagai acuan dalam menilai sesuatu. Padahal Islam sendiri memperingatkan umatnya untuk selalu menutup aurat dan menjaga diri dari segala kemaksiatan. Tak hanya style ala Korea saja, bahkan minuman wine beras (Soju) yang sangat populer di Korea dan di kalangan para fans pun ada yang mengatakan baik dan menyehatkan meskipun agak memabukkan, padahal sudah jelas bahwa minuman tersebut haram dikonsumsi para umat muslim.
Tak hanya itu semua, masih ada contoh-contoh lain yang benar-benar memperburuk moral anak bangsa dan seorang muslim. Seperti, ketika mereka memaksa para orang tua untuk memberikan uang kepada mereka, yang yang mana uang tersebut justru mereka gunakan untuk membeli album lagu ataupun untuk membeli tiket konser para idola. Bahkan tak jarang pula, ada sebagian orang yang rela antre sejak subuh agar mereka bisa mendapatkan tiket konser, lalu rela pula berdesak-desakan saat konser itu dimulai, dan rebutan menyentuh sedikit saja bagian tubuh idolanya. Hingga ada pula yang rela dipeluk dan dicium-cium oleh idola mereka dengan berbagai alasan. Ada banyak juga orang yang secara sukarela meninggalkan kewajibannya sebagai umat muslim, yaitu salat, demi bertemu, menonton para idola, ataupun hanya untuk maraton drama. Sering juga, kita menemui banyak teman-teman kita baik yang lebih tua atau lebih muda berani melawan, membantah, bahkan sampai tidak mendengarkan perkataan orang tua hanya karena mereka tidak ingin merasa terganggu saat menonton idola mereka.
Dilansir dari CNN Indonesia, bahwa mereka telah bertemu dengan sejumlah penggemar K-pop yang memiliki kisah fanatisme, seperti mulai dari mengejar idola hingga rela menginap di suatu hotel, mengeluarkan ratusan juta demi mengikuti konser ataupun fanmeet agar berkesempatan untuk mendapat tanda tangan dengan maksud agar dibilang wah oleh teman-temannya, merasa tidur bersama idola hanya karena ada poster idolanya yang ditempel di dinding kamarnya, hingga menyakiti diri sendiri karena idolanya meninggal dunia, padahal banyak dari idola mereka yang meninggal dunia dikarenakan kasus bunuh diri.
Begitulah, sangat terkikisnya akhlak para remaja saat ini. Mereka melupakan mana yang perlu diterima dan mana yang perlu ditolak. Mereka cenderung bertasabbuh (meniru-niru) para idolanya yang sudah jelas tidak seagama dengan mereka. Bahkan tak jarang, banyak remaja yang mengidolakan para idola dengan begitu fanatiknya. Segala yang ada pada diri sang idola pun sudah bagaikan kiblat bagi mereka. Mulai dari cara berpakaiannya, gaya hidupnya, dan perilaku sehari-harinya. Padahal perilaku sehari-hari para idola mereka tersebut dapat menyebabkan seorang muslim menjadi munafik atau keluar dari akhlak Islam. Dari hal-hal yang seperti itu juga dapat mengakibatkan gaya hidup seseorang menjadi hedonis, individualis, dan konsumtif.
Dari Thobroni, dari Aisyah R.A, Rasulullah saw. sendiri telah bersabda bahwa, “Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum melainkan dia akan dikumpulkan bersama mereka pada hari kiamat nanti.” Dari hadits tersebut, Rasul saw. telah memberi peringatan keras kepada para umatnya, yang apabila mereka mengidolakan orang yang beragama selain Islam, bahkan sampai memuja-mujanya, maka mereka akan dikumpulkan dengan para idola mereka tersebut pada hari kiamat dan tidak sedikitpun mendapat syafaat dari Rasulullah saw. (naudzubillahi min dzalik). Padahal para idola mereka itu tidak memberikan sedikitpun kebaikan kepada para penggemarnya. Mereka justru malah menjerumuskan penggemarnya kepada kemudharatan.
Namun kita tidak boleh melihat sesuatu hanya dari satu sudut pandang saja. Semua hal yang terjadi pastilah memiliki banyak sudut pandang, dan itupun pasti berbeda-beda, ada yang negatif dan ada pula yang positif. Seperti halnya Korean wave ini, dia juga memiliki sisi yang positif. Sebagai contohnya yaitu banyak orang yang mulai tertarik untuk mempelajari budaya Korea, namun harus tetap menjaga keutuhan budaya lokal. Tak jarang juga, ternyata banyak mahasiswa yang menggandrungi jurusan bahasa Korea di perkuliahan, hingga berkeinginan untuk mendapatkan beasiswa ke Korea atau bahkan para pelajar yang tertarik untuk mengikuti kursus bahasa Korea. Tentunya hal seperti itu juga bagus karena dapat menambah wawasan seseorang terhadap dunia luar. Adapun dampak positif lainnya yang dapat dicontoh oleh Indonesia yaitu keberhasilan masyarakat dan pemerintah Korea dalam mempromosikan budayanya.
Lalu, apa yang seharusnya dilakukan agar kita tetap bisa mengenal dunia luar, namun tetap memiliki jiwa nasionalisme dan berakidah yang benar? Ya.., kita boleh saja mengidolakan seseorang, namun tidak boleh melewati batas kewajaran. Mengidolakan seseorang dengan akal yang sehat, dan tidak berlebihan, karena segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Mengidolakan seseorang dengan membuang nilai negatifnya dan mengambil nilai positifnya, seperti kita jadi bisa belajar mengenal budaya luar, kita bisa juga belajar mengeksplorasi bakat dan minat kita dari para idola. Hal yang paling penting ialah tetap memiliki jiwa nasionalisme, cinta pada budaya dan produk lokal, tetap menjadikan Nabi Muhammad saw. sebagai acuan dalam perilaku keseharian, dan memiliki akidah yang kuat, tidak mudah goyah dan tergoda dengan ajakan orang lain yang menjerumuskan ke dalam kemaksiatan.
*Pemenang lomba #YukMenulis pekan kesembilan yang diselenggarakan oleh Sobat Perpustakaan Mu’allimin.
Oleh: Nadhifah Awaliyah Rahma R.