Semua berubah.
Selama yang kita jalani ini, baru tahun ini, kita bersama-sama dibuat untuk saling mengerti. Bagaimana tidak, pandemi membuat kita saling menguatkan, untuk saling belajar satu sama lain bahwasanya kita itu benar-benar butuh orang lain untuk saling melengkapi. Kita dibuat untuk bisa bertahan dari masalah yang dihadapkan kepada kita. Kita kuat, yakin, bisa untuk melewatinya.
Alhamdulillah, hari ini saya dan teman-teman saya, sudah hampir menyelesaikan ujian tengah semester tahun ajaran 2020/2021. Yak, benar. Dengan keadaan seperti ini, pasti semua rancangan yang sudah diagendakan dari tahun lalu pasti akan berubah, kawan. Awalnya akan dilaksanakan secara tatap muka/offline, tetapi karena ada pandemi ini, kita dihadapkan untuk berubah dengan sistem online/daring. Teknologilah sekarang yang berperan penting untuk sistem pendidikan kita. Semua hal pasti memiliki poin plus dan minusnya sendiri sendiri, kadang ada baiknya, tetapi juga, jika kita salah menggunakannya kadang kelebihan itu bisa menjadi kekurangan.
Menyesal? Mungkin. Tetapi jika hanya menyesal dan tidak berubah untuk yang lebih baik ke depannya, maka kitalah yang akan dikalahkan oleh masalah. Padahal kitalah yang seharusnya melawan dan menyelesaikan masalahnya. Kitalah yang menentukan arah ke depannya, mau dibawa ke mana hidup kita ini.
Waktu terus berjalan, waktu tidak bisa berhenti. Semua akan berubah dengan jalannya dan pilihannya masing-masing. Masalah haruslah dihadapi dengan sekuat tenaga. Suka duka pasti akan kita hadapi, jalan ke depan masih panjang, kawan. Semangatlah yang harus ditambah, saling tolong menolong untuk unity in diversity Indonesia yang abadi. Kalau kata Charles Darwick, “Survival of the fittest”. Bertahan untuk kelangsungan hidup. Fittest berarti mampu beradaptasi dengan lingkungan, satu sama lain saling menguatkan dan menyemangati. Perubahan yang baik yang kita harapkan ke depannya. Mbak Najwa Shihab pun menambahi, “Apapun jurusan teman-teman, apapun mimpi teman-teman, rasanya akan mengalami perubahan dengan cepat, terpengaruh oleh progres teknologi, apalagi ditambah tuntutan pandemi. Kunci survive itu bukan yang paling kuat ataupun cerdas, akan tetapi yang paling adaptif. Setiap angkatan baru menjadikan bakal pemimpin baru”.
Kalau kata Kak Sofyan, salah satu pemateri acara Jambore Pelajar Teladan Bangsa 2019, oh iya, saya jelaskan sedikit, apa sih Jambore Pelajar Teladan Bangsa atau disingkat JPTB? JPTB adalah acara tahunan yang diadakan oleh Maarif Institute di beberapa kota. Acara ini mengumpulkan sebanyak hampir 100 siswa, pelajar, ataupun jua santri seluruh Indonesia. Begitu pengenalan singkatnya. Jika ingin lebih tau lebih lanjut, langsung tanyakan saja ke Instagramnya. Nah begini kata kak Sofyan, “Hargai perbedaan, hargai ideologi. Karena tanpa itu, kita hanyalah sebutir debu tanpa apa-apa”.
Inilah pentingnya saling menghargai satu sama lain dan saling tolong menolong satu sama lain, apalagi di masa pandemi ini. Salah satu acara Jambore tersebut adalah diskusi bersama Srikandi Lintas Iman, yakni, jika tidak salah, adalah salah satu komunitas sosial antar ras agama. Jadi dalam satu komunitas tersebut ada beberapa orang yang mempunyai hati nurani sosial yang tinggi untuk saling berbagi satu sama lain. Mereka berasal dari agama yang berbeda-beda yang berkumpul untuk satu tujuan, yakni membantu satu sama lain tanpa membeda bedakan ras, agama, golongan, dll. Salah satu orang dalam komunitas itu berkata, “Kita mau merubah mindset bahwa saudara itu tidak hanya satu agama atau satu ras saja. Saudara itu luas, mereka yang bukan saudara dalam Islam maka mereka saudaramu dalam kemanusiaan. Hidup sadar bahwa kita makhluk sosial.”
Terakhir, apabila banyak kata dan tutur yang salah, saya mohon maaf. “Kalian beda, when the whole world is silent, even one voice becomes powerful”, cuit Mal’ala Yousafzans. Sebagai penutup, marilah kita renungkan apa yang sebenarnya kita dapatkan dari hidup ini. Bukankah kita datang ke dunia dalam kondisi telanjang? Bukankah kita meninggalkan dunia ini hanya dengan membawa selembar kain putih? Jadi, hanya itukah keuntungan yang kita peroleh sepanjang hidup di dunia?” (Arvan Pradiansyah, Untuk Selembar Kain Putih, Majalah Swasembada, Edisi 1-14 Februari 2007, hal. 126.)
Sekian dan terima kasih. Intropeksi diri, jaga alam lestari, budayakan literasi.
Oleh: Putra Zulfandi Kusuma Editor: Nafiis Anshaari