Lembaga Pers Mu’allimin, Yogyakarta — Program kerja Makan Siang Gratis atau MSG yang pernah disampaikan Presiden Republik Indonesia ke-8, yakni Prabowo Subianto pada Debat Capres Kelima atau Debat Pamungkas tempo lalu, tepatnya 4 Februari 2024 bukan omongan belaka. Pasalnya, semenjak dirinya dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada Oktober 2024 lalu, dan pada Januari 2025 program MSG mulai berjalan di berbagai sekolah di Indonesia.
Meskipun program Makan Siang Gratis (MSG) berubah nama menjadi Makan Bergizi Gratis (MBG) yang lebih fokus pada pemenuhan gizi anak-anak Indonesia dan pelaksanaannya pun masih bertahap. Kendati demikian, program MBG yang sudah berjalan di beberapa sekolah di Indonesia membuktikan bahwa narasi yang pernah disampaikan Prabowo sesuai dengan kondisi yang ada. Faktanya, Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta menjadi salah satu yang terkena dampak dari program tersebut.
Mengingat program MBG yang sudah berjalan di Mu’allimin menuju tiga bulan lamanya. Hal ini selain karena imbas Mu’allimin yang berdiri di bawah naungan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, juga karena Mu’allimin dijadikan sebagai salah satu objek uji coba program MBG dari sekian banyak sekolah yang ada di Jogja. Lalu, bagaimanakah tanggapan dari santri Mu’allimin mengenai program ini?
Pendapat Mereka
Mendengar dari penjelasan Mouldy Mohammad, santri kelas 6. Ia menyampaikan bahwasanya dengan adanya program MBG waktu makan terasa lebih efisien dari biasanya. Dengan senang hati pula ia sampaikan jika MBG yang sudah terealisasi di Mu’allimin sesuai dengan apa yang ia bayangkan sewaktu Prabowo menyampaikan gagasannya pada publik.
Berbeda dengan pendapat Mouldy, Neymar Tsaqif secara tidak langsung membantah adanya program MBG untuk Mu’allimin. Neymar mengatakan jika program MBG untuk Mu’allimin terasa mengecewakan, hal ini ia sampaikan lantaran menganggap Mu’allimin termasuk golongan yang mampu. Secara tidak langsung pula, ia menyatakan bahwa program MBG lebih baik diberikan pada golongan yang kurang mampu.
“Pertama kali dengar MBG saya sedikit kecewa sih, Kak. Soalnya menurut saya Mu’allimin itu orangnya bisa dibilang mampu-mampu, Kak. Jadi, lebih baik MBG ini untuk siswa yang dirasa kurang mampu saja. Seperti SD Negeri, SMP Negeri, pokoknya yang sekolahnya Negeri,” tuturnya.
Penulis juga turut mengutarakan pendapatnya. Ia berpendapat bahwa program MBG ini ada baik dan buruknya. Sisi baiknya, penulis sependapat dengan narasi Mouldy, jika program ini dapat membuat waktu makan menjadi lebih efisien. Selain efisiensi waktu makan, para santri juga dapat berhemat uang jajan.
Karena, faktanya tidak sedikit santri Mu’allimin lebih memilih untuk membeli makanan di luar Mu’allimin. Tentunya tidak sedikit uang yang harus dikeluarkan.
Akan tetapi, dibalik sisi baik yang dapat diambil. Penulis juga berpendapat bahwa program MBG untuk Mu’allimin bisa menjadi salah satu cara latihan para santri untuk korupsi, dalam artian mencuri jatah makan dari teman yang lain. Meskipun sudah ada yang mengawasi program ini, para santri juga lebih hebat dalam melihat celah atau titik lemah, yang berujung pada korupsi jatah teman.
Saran dan Kesimpulan
Tak hanya sampai di situ, sesuai dengan namanya “Bergizi”, hidangan yang tersedia pada menu MBG sudah memenuhi syarat yang ada. Beberapa dari mereka berharap program ini bisa konsisten dan tidak hanya berjalan sementara. Iseng-iseng bertanya, mereka juga berharap ada tambahan nasi, karena nasi yang ada sekarang masih belum mencukupi.
Pada intinya, setiap program yang terlaksana pasti ada baik dan buruknya. Tinggal kita sebagai manusia mau memilih yang mana. Sebab, apa saja yang kita lakukan pasti akan berdampak pada yang lain juga. Apakah kita memilih untuk memberikan dampak positif pada yang lain, atau sebaliknya?
Oleh: Khalish Zeinadin
Editor: Khalish Zeinadin