Judul: Pulang
Genre: Fiksi Sejarah
Penulis: Leila S. Chudori
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun Terbit: 20 Februari 2017
Jumlah Halaman: 474 halaman
Harga: Rp 120.000
Ia adalah burung camar yang rindu Tanah Air. Dimas Suryo, seorang wartawan yang berkawan akrab dengan Hananto Prawiro, wartawan yang dianggap “kiri” oleh pemerintah masa itu. Kebijakan Bersih Diri dan Bersih Lingkungan yang menganggap bahwa siapa saja yang bersinggungan dengan golongan “kiri” akan ditangkap bahkan dieksekusi. Dimas yang kala itu menggantikan Hananto dalam Konferensi Pers di Cile dicabut paspornya oleh pemerintah, akhirnya ia tidak bisa pulang ke Indonesia. Ia berpindah-pindah negara dari Cina hingga sampai ke Prancis.
Ketika gerakan demonstrasi mahasiswa Universitas Sorbonne berkecamuk, Dimas jatuh hati kepada Vivienne Deveraux, mahasiswi yang juga ikut dalam demonstrasi melawan pemerintahan Prancis. Di saat yang sama, pada April 1968, Dimas menerima kabar bahwa sahabatnya, Hananto Prawiro ditangkap dan dieksekusi pemerintah.
Pada akhirnya, Dimas mendirikan Restoran Tanah Air di Perancis bersama 3 kawan sesama eksil politik, Nugroho, Tjai, dan Risjaf. Rasa bersalah terus menghantui perasaan Dimas ketika kawan-kawannya di Indonesia mulai dikejar, ditangkap, dan ditembak oleh pemerintah kala itu. Ditambah, Dimas tidak bisa melupakan Surti Anandari, istri Hananto yang juga diinterogasi tentara bersama ketiga anaknya.
Lintang Utara, putri Dimas dengan perkawinannya dengan Vivienne Deveraux mendapatkan tugas akhir untuk membuat film dokumenter tragedi 30 September. Lintang mendapatkan visa masuk Indonesia untuk menyelesaikan tugas akhir kuliahnya, di sana ia bertemu Segara Alam, putra Hananto yang akan bersama-sama menyelusuri gelapnya sejarah Indonesia. Apa yang terkuak oleh Lintang bersama Alam adalah betapa berdarahnya tragedi 30 September, bagaimana pemerintah kala itu berusaha membuat sejarah yang “berbeda” dengan tragedi yang terjadi. Tak hanya itu, di Indonesia, Lintang menemukan cerita-cerita tersembunyi tentang korban tragedi 30 September yang berkaitan dengan masa lalu ayahnya bersama kawan-kawannya dan Surti Anandari. Lintang bersama Alam dan beberapa kawannya akhirnya menjadi saksi mata apa yang akan menjadi kerusuhan terbesar yang akan menjadi sejarah Indonesia: kerusuhan Mei 1998 dan jatuhnya Presiden Indonesia yang sudah berkuasa selama 32 tahun.
Novel ini mengambil setting pasca tahun 1965, salah satu sejarah kelam lahir pada tahun itu. Dari alur cerita dari awal hingga akhir, latar tempat dan suasana masyarakat dan pemerintah yang disajikan, novel ini memberikan pengetahuan sejarah ringan kepada pembacanya. Pengetahuan sejarah tentang mereka yang terpinggirkan karena kebijakan pemerintah kala itu.
Dengan alur cerita yang maju mundur khas dari Leila S. Chudori, pembaca akan diajak ke dalam sebuah atmosfer masa lalu Indonesia. Tak hanya gaya bahasanya yang khas, Leila menghadirkan sebuah fiksi sejarah yang terasa begitu nyata di mata pembaca. Leila menghadirkan cerita yang riil berdasarkan wawancaranya bersama eksil politik Indonesia yang merasakan dampak tragedi 30 September. Menghadirkan sebuah gambaran nyata betapa kejamnya tragedi 30 September.
Seluruh cerita yang dibawakan saling berkaitan dengan inti cerita, yaitu Dimas Suryo dan Lintang Utara. Tentang bagaimana masa lalu Dimas hingga ia bisa menjadi eksil politik yang menjadi flaneur di Prancis dan tentang cerita Lintang di Indonesia yang berhasil menguak tragedi 30 September yang juga berkaitan dengan masa lalu ayahnya dan kawan-kawannya, terutama dengan Surti Anandari. Sampai pada akhirnya, Dimas Suryo berpulang dan kembali ke Tanah Airnya, ke Karet.
Oleh : Danu Rahman Wibowo Editor : Bianveneida Madiva Khanza