Taiwan, Lembaga Pers Mu’allimin– Hai Sobat Kader! Tahun ini Mubalig Hijrah Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta kembali lagi! Kegiatan ini akan mewarnai bulan Ramadan yang penuh berkah ini. Seperti biasa, Madrasah Mu’allimin memiliki 3 opsi Mubalig Hijrah: Mubalig Hijrah Nasional, Organisasi Daerah (Orda), dan Internasional.
Kali ini, penulis sedang berada di Republik Tiongkok atau biasa kita kenal dengan negara Taiwan, negara pulau yang berada di timur daratan utama Tiongkok dan dikelilingi oleh laut. Konon katanya leluhur bangsa Austronesia seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina berasal dari pulau ini loh! Selain itu, pulau ini memiliki sejarah yang sangat menarik serta memiliki keindahan yang luar biasa sehingga dijuluki “Ilha Formosa” yang berarti pulau yang indah oleh pelaut Portugis abad 16. Lalu, seperti apa sih kegiatan Mubalig Hijrah di Negeri Formosa ini?
Madrasah Mu’allimin bersama Madrasah Mu’allimaat berkesempatan untuk melakukan kegiatan Mubalig Hijrah di negara ini, santri Mu’allimin disebar di 4 tempat yang saling berjauhan: Taipei, Hsincu, Taichung dan Tainan. Sementara santri Mu’allimaat berkesempatan untuk melakukan kegiatan di Al-Hadi Taiwan Islamic Education & Culture Center.
Dengan populasi Muslim yang kecil, kegiatan Mubalig Hijrah di Taiwan memiliki tantangan tersendiri, kita semua tahu di bulan Ramadan ini kita diwajibkan berpuasa, namun suasana Ramadan tersebut hampir tidak ditemukan di sini. Anda dengan mudahnya berjalan dan menemukan banyak sekali orang orang yang sedang sarapan/makan siang di pinggir jalan sehingga hal tersebut menjadi tantangan sendiri, selain itu juga mencari makanan halal juga agak sulit, mengingat budaya Tiongkok memiliki banyak sekali olahan daging babi. Namun walaupun banyak juga olahan daging sapi dan ayam, orang-orang Tiongkok juga suka mencampurkan olahan tersebut dengan berbagai macam khamr untuk membumbui dan memarinasi olahan makanan mereka, sehingga para kader diharuskan berhati-hati atau paling mudah memasak sendiri makanan mereka, terutama untuk sahur.
Di Taipei, para kader ditugaskan di Taipei Cultural Mosque (TCM). Dikarenakan kantor PCIM yang menjadi tempat menginap santri jauh dari TCM, mereka diharuskan berjalan beberapa kilometer menembus suhu dibawah 16 derajat Celcius untuk salat Subuh berjamaah, jika sedikit beruntung, menuju ke TCM waktu Zuhur, Ashar, dan Maghrib bisa ditempuh menggunakan bus umum. Keberagaman budaya juga dirasakan para kader karena masjid di kota-kota besar seperti Taipei dan Hsinchu memiliki jamaah yang berasal dari seluruh penjuru dunia mulai dari Indonesia, India, Pakistan, Prancis, Saudi Arabia, dll.
Walaupun letak masjid tidak begitu jauh di Taichung, namun mencocokkan kegiatan Mubalig Hijrah dengan kegiatan mahasiswa disini cukup sulit. Para santri di Taichung bertempatkan di Asia University, disini kegiatan lebih fleksibel karena menyesuaikan dengan kegiatan para mahasiswanya, namun tetap saja para kader disini harus sigap kapanpun dibutuhkan.
Selain itu, para kader harus mudah beradaptasi juga dengan perbedaan dalam praktek berislam, para kader dengan latar belakang pendidikan Muhammadiyah harus berhadapan dengan praktek ibadah ala Nahdliyin yang bercorak Syafiiyah, ini dihadapi para kader di Tainan, kota besar paling selatan di Taiwan, yang jamaahnya didominasi pekerja migran Indonesia.
Setiap tempat memiliki tantangan dakwahnya masing-masing, apapun tantangan yang dihadapi itu adalah jalan untuk menuju keridhaan Allah selama tantangan-tantangan tersebut dihadapi dengan lapang dada dan semangat amar ma’ruf nahi munkar untuk membumikan Islam yang bersifat Rahmatan lil Alamin.
Oleh: Tangguh Yodha Arzugadi Editor: Danu Rahman Wibowo