Pesta Demokrasi Indonesia sudah di depan mata. Kampanye-kampanye pun terus digencarkan oleh sejumlah calon wakil rakyat di bawah naungan partai politik pendukungnya untuk merebut hati masyarakat demi mengisi kekosongan kursi dalam tatanan birokrasi di Indonesia. Namun sayang, terkadang langkah-langkah kampanye yang mereka lakukan tidak memperhatikan regulasi yang telah ditetapkan, contoh mudahnya terkait pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK).
Alat Peraga Kampanye menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 28 Tahun 2018 (PKPU No. 28 Tahun 2018) adalah semua benda atau bentuk lain yang memuat visi, misi, program, dan/atau informasi lainnya dari peserta Pemilu, simbol atau tanda gambar peserta Pemilu, yang dipasang untuk keperluan kampanye yang bertujuan untuk mengajak orang memilih peserta Pemilu tertentu. Dalam konteks yang lebih mudah, Alat Peraga Kampanye merupakan baliho-baliho ataupun bendera-bendera partai yang berisikan gambar beserta informasi terkait peserta Pemilu yang biasa kita temui ketika melintasi jalan-jalan kota.
Yang menjadi permasalahan ialah terkadang APK para peserta Pemilu seringkali dipasang di sembarang tempat tanpa memperhatikan keamanan pengguna jalan dan regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Bahkan, kebanyakan peserta Pemilu dalam pemasangan APK-nya pun tidak mengikut regulasi batas maksimal ukuran yang telah ditetapkan seperti dalam Pasal 23 PKPU No. 4 Tahun 2017 jo PKPU No. 11 Tahun 2020 yaitu sebagai berikut:
- SELEBARAN (FLYER) paling besar ukuran 8,25 (delapan koma dua puluh lima) sentimeter x 21 (dua puluh satu) sentimeter;Â
- BROSUR (LEAFLET) paling besar ukuran posisi terbuka 21 (dua puluh satu) sentimeter x 29,7 (dua puluh sembilan koma tujuh) sentimeter, posisi terlipat 21 (dua puluh satu) sentimeter x 10 (sepuluh) sentimeter;
- PAMFLET paling besar ukuran 21 (dua puluh satu) sentimeter x 29,7 (dua puluh sembilan koma tujuh) sentimeter; dan/atauÂ
- POSTER paling besar ukuran 40 (empat puluh) centimeter x 60 (enam puluh) sentimeter.
Dan juga pada Pasal 24 PKPU No. 4 Tahun 2017 jo PKPU No. 11 Tahun 2020 yang mengatur tentang apa saja bentuk-bentuk Alat Peraga Kampanye yang sesuai aturan:
- BALIHO paling besar ukuran 4 (empat) meter x 7 (tujuh) meter, paling banyak 5 (lima) buah setiap pasangan calon untuk setiap kabupaten/kota;
- BILLBOARD atau VIDEOTRON paling besar ukuran 4 (empat) meter x 8 (delapan) meter, paling banyak 5 (lima) buah setiap pasangan calon untuk setiap kabupaten/kota;
- UMBUL-UMBUL paling besar ukuran 5 (lima) meter x 1,15 (satu koma lima belas) meter, paling banyak 20 (dua puluh) buah setiap pasangan calon untuk setiap kecamatan; dan/atau
- SPANDUK paling besar ukuran 1,5 (satu koma lima) meter x 7 (tujuh) meter, paling banyak 2 (dua) buah setiap pasangan calon untuk setiap desa/kelurahan.
Dapat kita cermati pula ketika kita melintasi jalan ataupun menggunakan trotoar, seringkali APK tersebut sampai memakan hampir seluruh bagian trotoar sehingga tidak ada ruang untuk pejalan kaki melintas. Bahkan, fasilitas publik seperti sekolah ataupun tempat ibadah yang seharusnya bersih masih sering didapati terpasang APK.
Hal tersebut tentu sangat bertentangan dengan regulasi yang telah ditetapkan seperti pada Pasal 70 dan 71 Undang-undang (UU) No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang kemudian disebutkan pada Pasal 71 bahwa  APK dilarang dipasang pada tempat umum: tempat ibadah, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, tempat pendidikan, gedung atau fasilitas milik pemerintah, jalan-jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, dan atau taman dan pepohonan.
Lantas timbul pertanyaan, bagaimana jika kita mendapati pelanggaran tersebut? Tentunya sebagai masyarakat yang peduli kita memiliki kewajiban untuk melaporkan pelanggaran tersebut ke pihak terkait. Kita dapat melaporkannya kepada KPU, Bawaslu, Satpol-PP, ataupun polisi di daerah tempat terindikasi terjadinya pelanggaran pemasangan APK.
 Harapannya hal ini menjadi suatu bahan evaluasi baik bagi peserta Pemilu maupun bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan jalannya rangkaian pesta demokrasi serta tentunya untuk menyadarkan masyarakat demi terwujudnya suasana demokrasi yang Luber (Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia) dan Jurdil (Jujur dan Adil).
Oleh: Kaysan Nawfal Fadila (Ketua Umum Forum Pelajar Peduli Pelayanan Publik D.I.Y. periode 2023/2024) Editor: Danu Rahman Wibowo