Lembaga Pers Mu’allimin, Yogyakarta — Enam perwakilan siswa Madrasah Uthmaniah (ABIM) asal pulau Pinang Malaysia sedang melaksanakan bincang diskusi bersama wajah tujuh Organtri (Organisasi Santri) Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta (Ketua Umum) atau yang mewakili di ruang meeting kampus induk Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah pada hari Ahad (26/01/25).
Kunjungan mereka di Madrasah Mu’allimin bertujuan menjalankan program Student Exchange. “Mereka ini merupakan alumni sekolah rendah Madrasah Uthmaniah (ABIM),” papar Rayhan selaku pendamping siswa student exchange.
Setelah sempat berbincang diketahui bahwa program ini merupakan pengalaman pertama Madrasah Uthmaniah (ABIM) melaksanakan program pertukaran pelajar dengan mengirimkan alumninya menuju luar negeri. Beberapa diantara mereka ternyata juga berjenjang pendidikan yang berbeda-beda dengan umur yang berbeda pula. “Boleh panggil Aisy, umur 19,” ujar Muhammad Aisy Azfar bin Anuar Faisal salah seorang yang tertua diantara mereka, ada yang sudah SMA ada pula yang SMP.
Masih Satu Rumpun
Satu per satu delegasi organtri memperkenalkan diri, dilanjut dengan perkenalan dari siswa Madrasah Uthmaniah. Awal yang canggung karena perbedaan bahasa diantara mereka. “sikit-sikit paham,” ujar Izz ketika ditanya apakah mereka paham dengan apa yang teman-teman organtri ucapkan. Setelah berkenalan, Fabian dan Rayhan selaku pendamping sekaligus penyambung bahasa dalam meeting mempersilahkan satu per satu delegasi organtri untuk memaparkan profil, program kerja, dan produk mereka masing-masing.
Organisasi Santri
Diawali dengan LPM (Lembaga Pers Mu’allimin), organtri yang bergerak dalam bidang jurnalistik. Berurusan dengan media dan pemberitaan, melaporkan kegiatan-kegiatan madrasah melalui sebuah berita, menjadi wadah kreasi dan komunikasi civitas akademika warga Mu’allimin. Tak lupa Zabran selaku Ketua Umum, membagikan majalah SINAR sebagai salah satu produk LPM untuk siswa Madrasah Uthmaniah bisa bawa pulang. Ketertarikan mereka bertambah karena LPM juga memberikan bacaan digital dalam website kweeksnews.com, mengingat minat membaca buku di Malaysia dan Indonesia cukup rendah.
Althof selaku Ketua Satu SUMMIT (Student of Mu’allimin Medical Team) menjelaskan bagaimana SUMMIT bergerak dalam bidang PMR (Palang Merah Remaja) dan kesehatan. “SUMMIT itu seperti penyangga organtri trisula,” jelas Rayhan karena menurutnya SUMMIT harus selalu ikut dalam kegiatan tiga organtri trisula. SUMMIT juga menjadi tangan kanan Poskestren (Pos Kesehatan Pesantren) dalam menangani santri Mu’allimin yang memiliki gejala hendak sakit.
Fairuz selaku Ketua Umum PR IPM (Pimpinan Ranting Ikatan Pelajar Muhammadiyah) Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta selanjutnya menjelaskan dengan panjang dan lebar bagaimana IPM menjadi jantung perkaderan di Mu’allimin. Sebelumnya teman-teman dari Pulau Pinang telah beberapa hari tinggal di asrama kampus terpadu Sedayu dan melihat langsung bagaimana rekan-rekan IPM mengkader para santri, seperti menertibkan habituasi ibadah dan mengisi eksistensi. Rupanya ABIM (Angkatan Belia Islam Malaysia) juga memiliki peran yang sama dengan IPM, bergerak di bidang dakwah, sosial, keilmuan, dan agama. Aisy menceritakan ABIM baru saja melaksanakan Hijab Day dengan tujuan menjadi salah satu sarana dakwah dan pengakuan bahwa Islam tidak pernah memaksa seseorang untuk memeluknya.
Ketua Umum Tapak Suci Putera Muhammadiyah Unit 009, Farras juga menjelaskan apa itu Tapak Suci, dan perbedaannya dengan ilmu beladiri lainnya. Tapak Suci organisasi pencak silat yang merupakan anggota Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Di Mu’allimin TS bergerak dalam perkaderan yang bersifat jasmani dan mental guna membentuk kader yang tidak hanya siap dalam pikiran tapi juga dalam perbuatan yang melibatkan kapasitas fisik. Tapak Suci juga menjadi wadah pencarian bakat atlet-atlet hebat yang siap diadu dalam kompetisi bergengsi.
Arfa, Ketua Umum Sobat Perpustakaan Mu’allimin juga memperkenalkan organtrinya yang bergerak dalam bidang literasi tepatnya dalam keperpustakaan. Arfa juga sempat meminjamkan beberapa produk yang telah SPM hasilkan dalam beberapa periode belakang berupa kumpulan tulisan santri yang dibukukan dan yang nantinya bisa di baca oleh civitas akademika Mu’allimin maupun masyarakat umum guna mewujudkan misi SPM dalam meningkatkan minat literasi.
Berikutnya dengan sigap, gegap, gempita, Hilal selaku Ketua Umum DEP (Dewan Eksekutif Penghela) Kabilah Ki Bagus Hadikusuma meminta izin menerangkan bagaimana DEP bergerak dalam bidang kepanduan atau scouting di bawah naungan Hizbul Wathan. Hilal menerangkan perkaderan Hizbul Wathan tak hanya melatih soft skill tetapi juga hard skill para kader “Soft skillnya kepanduan, Hard skillnya tadabbur alam”. Satu informasi baru bagi teman-teman organtri tentang scouting di Malaysia. Mereka memiliki perkumpulan scouting juga layaknya HW dan Pramuka, namanya Persekutuan Pengakap Malaysia. “Ada dua, pengakap laut dan pengakap darat,” ujar Aisy sembari menjelaskan dengan dialek Melayu yang khas.
Terakhir MSC (Mu’allimin Scientific Community), Wildan selaku Ketua Umum menjelaskan organisasinya bergerak dalam bidang kepenulisan ilmiah, ia menekankan bahwa kemampuan membuat karya tulis ilmiah ini harus dimiliki oleh santri Mu’allimin agar menjadi bekal mereka kelak di perkuliahan dalam menghadapi skripsi, tesis dan disertasi.
Culture Shock di Indonesia
“Ada soalan?”, tanya Fabian memulai perbincangan santai mengisi waktu yang tersisa menunggu azan zuhur berkumandang. Pembicaraan berjalan hangat dan santai dengan sesekali bergurau layaknya sudah berteman lama. Delegasi organtri dan siswa Madrasah Uthmaniah mendiskusikan masalah yang sama-sama dihadapi dalam negeri satu rumpun ini, yaitu rendahnya minat baca. Salah satu masalah terbesarnya adalah penggunaan gadget pada anak dibawah umur. “Bila ada majlis, ramai kanak-kanak guna iPad,” ujar Aisy. Anak-anak zaman sekarang sangat bergantung dengan gadget. Ketika makan bermain gadget, mau tidur main gadget dan disaat-saat senggang lainnya juga bermain gadget.
Delegasi organtri juga menanyakan, Apakah ada culture shock yang mereka dapati ketika tiba di Indonesia? dan adakah kesan-kesan yang tidak sesuai ekspektasi mereka ketika akan datang ke Indonesia?. Satu hal yang paling mereka highlight adalah salat. Ketika salat subuh mayoritas warga Malaysia menggunakan ‘Qunut’ sedangkan Muhammadiyah tidak menganjurkan. Selain itu rupanya mereka sedikit heran dengan orang Indonesia yang biasa memakan tempe, dan juga sempat dibuat bingung dengan sistem jalan cepat dan lambat yang ada di Ring Road. Tak hanya itu, mereka juga berekspektasi Indonesia akan benar-benar ‘bising’ dengan suara klakson tapi ternyata tidak begitu.
Menutup pembicaraan, teman-teman dari Madrasah Uthmaniah diberikan kesempatan untuk bersama-sama mengisi asistensi kader tingkat satu di aula bawah kampus induk, sebelum akhirnya mereka kembali ke kampus terpadu Sedayu dan mengikuti kegiatan asrama berikutnya.
Oleh: Haidar Ahmad Zabran Aliyuddin.
Editor: Haidar Ahmad Zabran Aliyuddin.