Jika Anda membaca judulnya, memang terdengar aneh dan terkesan nyeleneh. apa yang dimaksud dengan membunuh dan mengubur Pancasila di Kalibata? Pemakaman Kalibata memang selama ini kita kenal sebagai pemakaman para pahlawan bangsa. Mulai dari Agus Salim, Sutan Syahrir, hingga presiden ketiga Republik Indonesia, Eyang Habibie, pun turut dimakamkan di tempat ini. Berbagai pahlawan yang turut ambil bagian dalam proses kemerdekaan, kemajuan, atau menjaga kedaulatan bangsa, mereka berhak untuk dimakamkan di pemakaman yang terhormat ini. Lantas timbul pertanyaan, apa korelasi antara Pancasila, dengan Pemakaman Kalibata?
Dewasa ini, jika kita melihat sentimen masyarakat Indonesia terhadap Pancasila, mereka mungkin hafal betul seluruhnya di luar kepala. Ada beberapa yang mungkin bahkan tahu sejarah lahirnya Pancasila, tetek bengeknya, bahkan mungkin ada yang mampu untuk menunjukkan ghirah atau semangat dari Pancasila itu sendiri di dalam kehidupan sehari-hari. Contoh mudahnya bila kita melihat momen Idul Fitri kemarin, masyarakat yang beragama Islam memberikan zakat kepada kaum yang membutuhkan, hal ini tentu sejalan dengan sila ke-5, yang memiliki lafal “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Namun, masih segarkah ingatan kita, pada tahun 2018 lalu, ketika Gereja Santa Maria tak bercela, GKI Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) dibom oleh teroris laknat yang ternyata satu keluarga? Hal ini tentu saja sangat bertentangan dengan sila pertama, yakni ketuhanan yang Maha Esa. Mengapa justru keberagaman dalam beragama menimbulkan chaos? Bukankah sila ketuhanan memerintahkan kepada kita selaku masyarakat untuk senantiasa memiliki jiwa tenggang rasa? Senantiasa menomor satukan Tuhan sebagai sesuatu yang diletakkan di atas kepentingan umat manusia, ras, golongan dan agama?
Hal ini tentunya menjadi tamparan keras bagi khalayak luas. Ketimpangan pengaplikasian sila Pancasila harusnya menjadi alarm peringatan, betapa Pancasila di zaman ini sudah macam orang mati. Tak dihormati, hanya dipandang sebelah mata. Masyarakat Indonesia cenderung berpikiran sederhana. Menganggap Pancasila hanya sebagai jargon semata. Hanya sebagai simbol dan tak mau memandangnya dalam sudut pandang masyarakat yang beragam, masyarakat yang bermoral dan intelektual.
Pancasila memang lahir pada tanggal 1 Juni 1945. Ia dilahirkan dari darah dan air mata para founding father kita. Masih ingatkah dengan ucapan Ir. Soekarno yang berbunyi “Andai kau tahu, Pancasila kami bentuk dengan darah dan air mata, semua itu semata-mata agar kalian tak berkelahi anakku”. Kata-kata tersebut tentunya menjadi bukti bahwa betapa tak inginnya si Penyambung Lidah Rakyat ini menyaksikan Pancasila, yang ia klaim sebagai “mutiara” yang telah digali dari bumi, menjadi bahan perkelahian. Namun, bagaimana jadinya bila anak cucunya justru berkelahi, berusaha menghancurkan Pancasila dengan sikap intolerannya? Dengan hanya menganggap pancasila tak lebih dari simbol dan jargon, dengan hanya memandangnya sebelah mata, ditambah tak memandangnya dari kacamata masyarakat yang bermoral dan berintelektual? Maka, jika Pancasila lahir di hari ini, saya bertanya, kapan Pancasila mati? Jika para founding father lah yang telah melahirkannya, maka siapa yang akan membunuhnya?
Pancasila telah begitu berjasa saat Indonesia masih harus berjibaku dengan proses kemerdekaannya. Sekarang Indonesia merdeka. Lantas, masyarakatnya membuang begitu saja Pancasila, yang pada masa itu sangat berarti bagi bangsa. Karena jasa-jasanya itulah, maka dapat saya katakan bahwa Pancasila yang sudah mati, tentunya berhak untuk kita kuburkan di Kalibata. Kita anggap ia sebagai pahlawan nasional sebagai penghormatan terakhir dari masyarakat yang telah membunuhnya. Tujuannya tentu agar masyarakatnya tak terlihat begitu berdosa setelah membunuh ideologi nya sendiri. Apakah seperti ini akhir yang masyarakat inginkan terhadap Pancasila?
Jika tidak, maka marilah kita hidupkan dia. Kita makmurkan dia, kita buktikan kepada si Penyambung Lidah Rakyat, bahwa anak cucumu tak akan pernah bertengkar hanya karena dia, sesuai dengan pertimbanganmu. Siapakah dia? Dia adalah Pancasila, panca yang berarti lima dan sila yang berarti prinsip atau asas. Kita akan senantiasa menjaganya sesuai dengan wasiatmu. Kita akan menyampaikannya ke seluruh masyarakat Indonesia, sesuai dengan permohonanmu. Dan kita akan senantiasa menunjukkan ke mata dunia, bahwa Indonesia bisa maju karena Pancasila, sesuai dengan mimpimu.
Oleh: M. Rosyid Wahyudin Editor: Zhaaf