29.2 C
Yogyakarta
Kamis, 21 Agustus 2025
BerandaArtikelBangun Peradaban Islam, Jauhkan Rebahan di Atas Kasur

Bangun Peradaban Islam, Jauhkan Rebahan di Atas Kasur

Membangun Peradaban dan Pendidikan merupakan suatu hal yang prestisius di mata dunia. Kekuatan Islam pada zaman kejayaannya melalui budaya membaca dan menulis sangat disegani oleh bangsa-bangsa yang lain bahkan menjadi bangsa yang prestisius di dunia.

Memutar roda sejarah, kembali pada masa kejayaan islam antara abad 6 Masehi abad pertengahan di mana eropa masih terbelakang (The Dark Ages), penduduknya tidak mengenal kebersihan bahkan diperparah dengan tingkat intelektualitas masyarakat yang kian menurun. Tidak ada satu pun kaum terpelajar yang ingin meningkatkan kualitas pengetahuan masyarakat karena dikekang oleh suatu larangan.

Di saat peradaban islam maju antara abad 8-15 masehi, gerakan melek huruf dilakukan islam dalam rangka pengamalan ilmu pengetahuan. Kajian berkembang dalam aspek-aspek keilmuan mulai dari: filsafat, kedokteran, ilmu-ilmu sosial, astronomi fisika dsb. Membuktikan kegemilangannya dengan melahirkan banyaknya para pemikir dan karya-karya yang fenomenal.

Berbagai penemuan dari para pakar dan ilmuwan Muslim pada saat itu banyak menjadi rujukan orang-orang Barat penemuan itu hingga kini. Mulai dari bidang kesehatan seperti Ibnu Sina, orang pertama yang menjelaskan ilmu kedokteran modern. Kitabnya Al-Qanun fii At Thibb yang menjadi bahan rujukan sekolah-sekolah kedokteran Eropa bahkan dipakai sekolah-sekolah kedokteran yang lainnya hingga saat ini.

Di Bidang Optik ada Ibnu Al Haytham dengan kitabnya yang terkenal yaitu Al-Manazir yang dibaca oleh para ilmuwan barat yang terkenal seperti Johanes Kepler, Galileo Galilei sampai Leonardo Da Vinci. Bahkan tanpa kitab Al-Manazir tidak akan ada kamera. Dalam sejarahnya Ibnu Al Haytam menemukan kamera dalam eksperimennya ketika berada di ruangan yang gelap (di dalam penjara) dan dinamakan kamera obscura.

Menilik di zaman sekarang era modern, kejayaan peradaban islam pada masa itu hanya tinggallah lembaran-lembaran sejarah. Lalu upaya apa yang harus dilakukan untuk mengembalikan kejayaan islam yang gemilang dan meredam dominasi barat saat ini?

Tradisi Intelektual

Wahyu pertama kali yang turun (Q.S. Al-Alaq: 1-5) memiliki tendensi besar terhadap perkembangan keilmuan. Di ayat pertama sendiri terdapat kata iqra yang berarti bacalah, pahamilah, dalamilah, bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, diri sendiri, yang tertulis maupun tidak. Jadi, karena tidak disebutkan objek bacaannya, maka perintah iqra di atas mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.
Perintah iqra merupakan pintu untuk memahami ayat-ayat Allah baik yang tertulis (al-Quran dan aI-Hadits) maupun yang tidak tertulis (alam semesta).

Lalu di pada ayat ke 4 terdapat perintah untuk menulis “Yang mengajarkan manusia dengan perantara kalam(pena)”. Ayat ini menerangkan betapa pentingnya pena. Karena dengan pena lahirlah tulisan. Dengan tulisan sebuah generasi dapat mentransfer ilmunya pada generasi berikutnya dan dapat diabadikan hingga berabad-abad.

Tidak heran jika di masa kejayaan islam (the islamic golden ages) gerakan penerjemahan karya-karya bangsa Yunani dan pendirian lembaga pendidikan (Bait al-Hikmah) dilakukan dengan gencar. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.

Berkembangnya pemikiran intelektual dan keagamaan karena adanya kesiapan umat islam untuk menyerap khazanah peradaban besar serta budaya dan dikembangkan secara kreatif. Buah dari hal tersebut dan didukung umat islam yang terbuka pada seluruh umat manusia mendorong orang-orang mawali (non arab) masuk islam dan memberi sumbangan besar dalam kemajuan peradaban islam.

Sebagaimana yang tertuang dalam buku karya Azyumardi Azra; Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam Tinggi. “Objektifitas keilmuan yang direfleksikan dengan penerimaan diktum-diktum ilmiah secara kritis melalui perdebatan-perdebatan intelektual meratakan jalan bagi kemajuan pikiran Islam.” Maka dari itu Tradisi Intelektual sangat penting dalam kemajuan suatu peradaban. Jangan jadikan rebahan sebagai kebiasaan.

Bagi anak muda sudah tidak asing lagi mendengar kata “Rebahan”. Meskipun memiliki arti istirahat sambil berleha-leha jikalau hal ini dijadikan suatu kebiasaan maka akan memiliki dampak yang buruk. Orang yang sering rebahan akan menjadi insan yang jatuh dan gagal. Hidup ini hanya sekali dan perlu diperjuangkan. Jangan hidup asal hidup, mati sekedar mati. Perlu adanya perjuangan untuk mencari suatu barang berharga yang bernilai tinggi dengan mengerahkan segala kemampuan untuk meraih kebahagiaan dan makna kehidupan.

“Hidup Mulia atau Mati Syahid” merupakan suatu perkataan yang membangkitkan ghirah dan semangat para pejuang. Maka dari itu hidup dan mati harus sama-sama mulianya dan menjadi pelaku sejarah (syahid) sebagai umat pertengahan(ummatan wasathan) dan membangun peradaban islam yang maju dan gemilang.

Oleh: Wildan Aziz Hidayat
Editor: Azmi Hanief
Disclaimer: Konten adalah hak cipta dan tanggung jawab masing-masing pembuat, kecuali dinyatakan sebaliknya. Selengkapnya

Ikuti KweeksNews!

107FansSuka
1,153PengikutIkuti
41PengikutIkuti

Kiriman Terbaru

- Iklan -