26.2 C
Yogyakarta
Selasa, 12 Agustus 2025
BerandaArtikelAlasan Mengapa Kita Gemar Ikut-ikutan Orang Banyak

Alasan Mengapa Kita Gemar Ikut-ikutan Orang Banyak

Bandwagon Effect.

“Ah, tidak apa-apalah, kan orang lain juga melakukannya.”

Mungkin di antara kita pernah mendengar atau bahkan mengatakan kalimat tersebut. Kita sering menganggap bahwa apabila sesuatu itu banyak dilakukan atau diperbincangkan oleh orang lain maka sesuatu tersebut benar. Kita menganggap suatu hal menjadi benar hanya karena banyak orang yang menganggapnya benar. Namun, apakah benar begitu adanya?

Pada dasarnya, kita sebagai manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa adanya interaksi sosial dengan orang lain. Kebutuhan untuk merasa diperhatikan dan diakui oleh orang lain pun seakan-akan merupakan sifat alamiah manusia sejak dahulu. Oleh karena itu, dengan bagaimanapun caranya kita berusaha untuk berperilaku selayaknya orang banyak. Singkatnya, kita merasa semakin diterima dengan menjadi sama seperti orang banyak. Kita menganggap bahwa jika kita merasa sama dengan mereka maka kita akan menjadi kelompok yang bagus, keren, dan lain sebagainya. Begitu pula sebaliknya, jika kita berperilaku berbeda dengan mereka atau anti mainstream maka kita akan merasa aneh dan tersendiri.

Tidak bisa dipungkiri orang-orang seperti kita pada dasarnya tidak ingin dianggap aneh oleh orang lain. Sehingga pada akhirnya kita terkesan terdorong untuk bergabung atau mengikuti apa yang dilakukan oleh banyak orang hanya untuk mendapatkan penerimaan sosial. Keadaan seperti inilah yang secara garis besar membuat kita cenderung untuk ikut-ikutan orang banyak. Dalam ilmu psikologi, perilaku manusia yang cenderung suka ikut-ikutan tren ini disebut dengan efek bandwagon atau bandwagon effect.

Dalam ilmu psikologi, efek bandwagon ini merupakan bagian dari bias kognitif yang dilakukan oleh banyak orang dalam periode tertentu. Kesalahan dalam berpikir tersebut pada akhirnya akan memengaruhi penilaian dan keputusan yang akan dilakukan oleh seseorang. Akibatnya, semakin banyak orang melakukan tren tertentu maka semakin besar pula kemungkinan orang lain untuk mengikuti tren tersebut. Alhasil, ukuran baik atau buruknya suatu hal diukur berdasarkan jumlah orang yang melakukannya bukan dari hasil pemikiran yang logis dan kritis.

Tanpa kita sadari banyak sekali contoh dari fenomena ikut-ikutan ini. Dulu saat film Filosofi Kopi tayang di bioskop, mendadak kita jadi ikut-ikutan suka kopi. Saat film 5cm tayang, banyak orang yang ikut-ikutan mendaki gunung. Pun saat lagu indie bangkit kita seakan-akan menjadi suka senja dan lain sebagainya. Intinya apapun yang sedang trending dan menjadi perbincangan saat itu maka kita akan selalu update dan tidak mau ketinggalan.

Contoh lain dari efek ini bisa kita temui dalam demo kemarin. Memang tujuan para pendemo kemarin adalah menyuarakan aspirasi rakyat yaitu menolak Undang-undang Cipta Kerja yang dampaknya merugikan buruh, lingkungan dan lain sebagainya. Tetapi ada saja mereka yang mengikuti demo, tetapi tidak tahu-menahu apa yang diungkapkannya itu. Mereka mengikuti aksi ini hanya sebatas mengikuti orang lain saja. Atau bahkan ada juga di antaranya yang sedari awal ikut demo ini hanya untuk ajang konten di Instagram atau TikTok. Lebih parahnya lagi ada juga oknum yang ikut-ikutan datang hanya untuk memprovokasi dan melakukan kerusuhan. Akibatnya, suasana demo yang tadinya dilakukan untuk menyuarakan aspirasi pun menjadi tidak kondusif dan berakhir bentrok antara pendemo dengan polisi.

Lantas apakah bandwagon effect ini salah? Jawabannya adalah tergantung tren apa yang diikuti. Bisa iya dan bisa tidak. Ikut-ikutan tren ini tidak selamanya merupakan hal yang negatif. Ada banyak hal positif yang bisa diwujudkan dari efek ini. Misalnya tentang membuat seruan di rumah saja, gerakan anti merokok, hidup sehat, dan masih banyak lagi. Namun satu hal lagi yang harus diperhatikan ialah bahwa mereka yang termakan efek ini adalah mereka yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk membuat keputusan rasional dan tegas. Mereka hanya sekadar ikut-ikutan saja tanpa memikirkan apa tujuan dari dirinya melakukan hal tersebut.

Lalu apa saja hal-hal yang membuat diri kita terhasut untuk mengikuti kebanyakan orang? Di sini terdapat beberapa faktor yang secara umum dapat memengaruhi efek bandwagon.

Pertama, groupthink atau pemikiran kelompok. Faktor ini merupakan kondisi ketika teman, sahabat, atau keluarga kita melakukan tren tertentu dan ada suatu suatu pemikiran untuk mengikuti hal yang sama dengan mereka. Ada semacam perasaan “tidak enak” kalau kita menolak dan berbeda dengan mereka yang tergolong dekat secara sosial ini. Pada akhirnya, dari perasaan tidak enak itulah mau tidak mau kita juga harus mengikuti apa yang mereka lakukan.

Kedua, fear of missing out. Yaitu kondisi ketika kita merasa kurang keren jika tidak mengikuti tren yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Misalnya seperti rasa takut ketinggalan zaman jika tidak mengikuti suatu tren.

Ketiga dan terakhir adalah bias. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, bahwa efek ini merupakan bias kognitif. Seseorang bisa saja mengikuti suatu tren karena bias yang menganggap bahwa semua yang dilakukan oleh kebanyakan orang itu baik dan benar. Padahal belum tentu begitu kenyataannya.

Nah, setelah memahami beberapa poin di atas, pada akhirnya kita harus bisa berpikir lebih kritis lagi dalam memilah dan memilih tren yang ada di media sosial. Mana yang layak diikuti dan mana yang sebaiknya dihindari. Tanpa prinsip hidup yang ada, kita pasti akan terseret arus zaman. Menyesuaikan diri dengan zaman memang penting, tetapi tanpa adanya prinsip yang tepat untuk dianut maka kita akan cenderung mengikuti apapun yang dilakukan oleh banyak orang terlepas dari baik dan buruknya. Sekian.

Oleh: Muhammad Zaky Arkananta (Santri kelas 5 Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta)
Editor: Qonuni Gusthaf Haq
Disclaimer: Konten adalah hak cipta dan tanggung jawab masing-masing pembuat, kecuali dinyatakan sebaliknya. Selengkapnya
Kiriman Sebelumnya
Kiriman Selanjutnya

Ikuti KweeksNews!

107FansSuka
1,153PengikutIkuti
41PengikutIkuti

Kiriman Terbaru

- Iklan -