Lembaga Pers Mu’allimin, Yogyakarta — Di bawah temaramnya langit Jogja di pagi ahad ini membuat para santri tetap bersemangat dalam mengikuti sosialisasi megathrust. BMKG sendiri memprediksi bencana tersebut terjadi di pulau Jawa, salah satunya, Yogyakarta. Hal itu membuat kekhawatiran para santri akan bencana semakin meningkat, sehingga beberapa santri kehilangan fokusnya dalam kegiatan belajar mengajarnya di Madrasah Mu’allimin.
Lalu, apa itu megathrust?. Megathrust ialah gempa bumi paling dahsyat yang kemudian disusul dengan tsunami. Penyebabnya ialah adanya tabrakan antara lempeng tektonik bumi. Bencana ini juga digadang-gadang akan setara kekuatannya dengan gempa di Aceh tahun 2004 silam. Hal tersebut yang membuat para santri khawatir dengan keadaan alam sekarang. Dalam hal ini, Mu’allimin langsung gerak cepat guna mengatasi kekhawatiran para santri akan bencana yang tidak bisa diprediksi kapan pastinya. Dengan mengundang bapak Budi Santoso, S. Psi. M. K. M., yang menjabat sebagai Wakil Sekretaris MDMC Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Fasilitator Satuan Pendidikan Aman Bencana MDMC atau yang dikenal dengan Muhammadiyah Disaster Management Center.
Acara yang berada di Masjid Jami’ Mu’allimin ini diikuti oleh kader tingkat 3 dan 5 dengan sangat antusias. Diawali pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan sambutan dari ustad Fikri Wildan sebagai perwakilan madrasah. Beliau menyampaikan, dengan adanya sosialisasi ini diharapkan agar siswa dapat lebih siap dan siaga ketika adanya gempa Megathrust.
Kemudian dilanjut pemberian materi oleh bapak Budi Santoso yang diawali dengan pre-test kepada para peserta. Beliau juga mengajarkan satu lagu unik agar kita ingat tentang apa yang harus dilakukan ketika gempa. Berjudul “Kalo ada gempa jangan PBMK”.
Lalu apa itu PBMK? PBMK adalah kepanjangan dari “Panik, Berlari, Mendorong dan Kembali”. Maksudnya adalah kita jangan panik dan jangan berlari, jika ingin keluar dari suatu bangunan maka jangan saling dorong. Ketika sudah keluar menuju lapangan kita tidak boleh kembali kedalam gedung karena dikhawatirkan akan terjadi gempa susulan.
Disela-sela pengisian sosialisasi ada pertanyaan yang diajukan pak Budi kepada para peserta sosialisasi, “jika kita sholat dan terjadi gempa, maka kita melanjutkan sholat atau menyelamatkan diri?”. Reaksi serta spekulasi yang di berikan para peserta pun berbeda beda. Ada yang merasa bahwa kita harus melanjutkan sholat karena kita meninggal dalam keadaan mati syahid. Ada pula yang memberikan spekulasi bahwa kita harus menyelamatkan diri.
Lalu pak Budi menjawab, “dalam Al-Qur’an kita diajarkan bahwa kita tidak boleh membinasakan diri atau mencelakakan diri sendiri. Juga Allah SWT lebih menyukai orang yang menyelamatkan orang lain karena sedang berada dalam situasi darurat”. Beber beliau. Lalu adapun praktek yang dilakukan peserta. Seperti melindungi kepala menggunakan tangan dan jongkok hingga gempa berhenti.
“Prakteknya sangat seru dan relevan bagi santri yang kurang tahu-menahu tentang penanggulangan bencana alam gempa Megathrust”. Ujar Gigih santri kelas 3.
Kemudian acara pun dilanjut dengan penyerahan kenang-kenangan kepada pemateri, dan foto bersama para peserta. Acara pun ditutup dengan lafadz “Hamdallah”.
Oleh: Eprilio Iqbal R. dan Gigih Danendra P.
Editor: Khalish Zeinadin