Yogyakarta – Sabtu Pon adalah istilah hari Jawa yang biasanya kita dengar terutama di daerah Jateng dan DIY. Tapi Sabtu Pon di kantor Kompas Jogja ini lain dari Sabtu biasa. Di Jl. Suroto No.2 Yogyakarta ini, setiap hari Sabtu Pon diadakan suatu pasar yang diisi oleh banyak pelapak yang menghadirkan berbagai macam jajanan yang menarik.
Pada Sabtu (09/09/2023) di sekitar dan di dalam Gedung Bentara Budaya diselenggarakan Pasar Yakopan. Dengan beragamnya barang yang dijajakan oleh para pelapak: mulai jajanan lawas seperti es kuwut, bakpia, jamu-jamu, dan beberapa diantaranya menjual aneka kerajinan tangan seperti topi rajut, dompet, pernak-pernik dari kain ecoprint, dan masih banyak lagi. Ikut menghiasi diantara stand-stand jajanan dan kerajinan, ada satu lapak yang dibuat oleh para aktivis konflik Wadas.
Pasar yakopan kali ini tidak hanya diramaikan oleh adanya pelapak-pelapak yang menjual beraneka ragam barang. Di kantor Kompas Yogyakarta lebih tepatnya di Gedung Bentara Budaya juga diselenggarakan sebuah forum terbuka berisi bedah buku dengan nama sesi “Ngobrolin Buku Pengantar Dekolonisasi Pengetahuan”. Forum bedah buku ini dibuka pada pukul 16.00 WIB. Acara ini sama sekali tidak memungut biaya bagi para hadirinnya. Bedah buku ini secara langsung dibawakan oleh salah satu dari penulis sekaligus anggota dari komunitas Arungkala yang menerbitkan buku ini, Kak Amos Ursia mahasiswa dari Fakultas Sejarah UNY dan ada juga Pak Hartmantyo Pradigtyo Utomo selaku sosiolog dari UGM.
Dalam forum ini Kak Amos mengungkapkan bahwa hadirnya buku ini karena dilatarbelakangi dari maraknya kita temui dalam materi dari pendidikan yang menjadi asupan kita sehari hari terlalu terpaku pada teori teori yang diciptakan oleh Barat yang terkadang terdapat ketidaksesuaian dengan kebudayaan, kondisi hidup, dan realitas yang ada di belahan bumi Timur ini, termasuk di dalamnya adalah Indonesia. Dalam hal ini upaya dekolonisasi pengetahuan berusaha untuk dapat melawan arus ilmu pengetahuan yang masih terpaku dan didasari pada teori-teori peneliti Barat (dalam hal ini terkait kebudayaan dan kehidupan bangsa Timur) yang hanya menjadikan bangsa jajahannya sebagai objek penelitian yang dapat diperlakukan seenak jidat. Menjadikan objek penelitiannya sebagai batu loncatan untuk karir pribadi para penelitinya.
“Pengantar Dekolonisasi Pengetahuan” ditulis untuk bisa menghadirkan kepada khalayak pada umumnya buku yang mengulas pendapat pendapat dari tokoh dekolonisasi pengetahuan. Mengingat dari banyaknya buku-buku yang mengangkat hal dekolonisasi pengetahuan yang ditulis dalam bahasa asing dan dibutuhkan satu buku pengantar yang dapat menjembatani orang-orang untuk dapat mengenal lebih dekat dan memahami dekolonisasi pengetahuan. “Buku ini sebagai arsip dari cara kami dalam melihat dan memahami teori-teori terkait sejarah dan dekolonisasi” ujar Kak Amos dalam forum itu.
Dalam sesi Ngobrolin Buku “Pengantar Dekolonisasi Pengetahuan” hadirin yang ingin menyimak acara ini akan diberikan satu klip kertas yang berisi bahasan terkait buku ini dan bahasan terkait dekolonisasi pengetahuan. Bagi pengunjung yang ingin mendapatkan secara langsung buku Pengantar Dekolonisasi Pengetahuan dapat membelinya di salah satu stand yang ada dalam gedung Bentara Budaya yang juga menjual banyak buku lainnya termasuk buku katalog seni lukis pelukis Indonesia.
Pasar Yakopan ini sendiri diadakan selama dua hari, mulai dari hari Sabtu tentunya hingga hari Ahad dari pukul 10.00 sampai 21.00 WIB. Pada hari Ahadnya sendiri Pasar Yakopan mengadakan event sastra bertajuk “Sastra Bentara” serta dimeriahkan oleh pertunjukan musik oleh para pemusik lokal.
Dalam agenda Sastra Bentara ini para pengunjung juga tidak dipungut biaya alias gratis. Dimulai pada pukul 18.30 WIB di tempat yang sama, acara ini berisi pembacaan puisi oleh Komunitas Kutub Yogyakarta dan juga mempersilahkan para pengunjung yang ingin membacakan puisi hasil kreasinya sendiri. Konsep dari Pasar Yakopan ini membawakan kepada kita rasa nostalgia dan kenangan akan masa lalu yang dikuatkan oleh lingkungan perumahan tua di Kota Baru yang asri dan menenangkan.
Oleh: Rinoya Amanullah Editor: Danu Rahman Wibowo