Ikhtitam
Lalu bagaimana cara membentuk worldview Islam? Jawaban pertamanya tidak lain adalah perkuat ilmu. Idealnya sebagai seorang muslim, sikap terhadap ilmu tidak sekedar mendalaminya semata. Tapi juga diinternalisasikan dalam kehidupan sebagai bentuk akhlak mahmudah dan tak lupa ditopang dengan amal-amal ibadah.
Ilmu dalam Islam tidak hanya dalam hal-hal yang bersifat rasional. Ada yang sifatnya wahyu, intuisi, dan berita (khabar). Berangkat dari hal itu, aspek ibadah yang penting dalam Islam sudah semestinya dilandasi dengan ilmu. Ibadah yang dilakukan atas dasar ilmu dapat meningkatkan ilmu menjadi pengalaman kejiwaan seorang muslim.
Di sisi lain, muncul sebuah pertanyaan baru. Lalu konsep-konsep apa yang harus dimiliki seorang muslim?. Jawabannya tidak terbatas. Konsep-konsep yang ada bisa berkembang sejalan dengan banyaknya persoalan kehidupan yang terus berjalan. Sebaliknya, apabila persoalan kehidupan tidak terlalu kompleks, maka konsep yang adapun tidak banyak juga. Selain itu dalam Islam, ada konsep-konsep yanng pokok dan ada juga konsep-konsep yang sekunder. Konsep-konsep yang pokok dan wajib dimiliki seorang muslim meliputi aspek akidah, syariah, dan akhlak. Misalnya konsep tentang Allah, Nabi/Rasul, Agama, Amal Shaleh, Ikhlas, Tawadhu’, dll. Konsekuensi dari konsep-konsep pokok ini amat vital dalam kehidupan muslim. Banyangkan saja, apabila salah dalam memahami konsep akidah dapat berujung pada kekafiran. Salah dalam memahami konsep-konsep pokok yang lain (syariah/fikih) bisa berakhir dengan kebid’ahan.
Di sisi lain, seorang muslim penting juga dalam memahami konsep-konsep turunan. Makna-makna seperti kemajuan dan kebahagiaan sudah barang waib diketahui oleh pribadi muslim. Penjelasannya, kemajuan dalam Islam bukan bertolak dari pembenadaharaan duniawi (jumlah/kadar). Tetapi diukur dari kualitas pribadi insan tersebut yang tercermin dari nilai agama. Selaras dengan hal tersebut, kebahagiaan dalam Islam tidak serta merta diukur dari kepuasan materi. Maka berlaku juga pemahaman kebalikannya. Apabila kemalangan menimpa diri seorang muslim, standarnya seorang muslim pun akan tetap bahagia (kebaikan). Sebagaimana hadist Nabi Muhammad saw:
64 – (2999)
حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ الْأَزْدِيُّ، وَشَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ، جَمِيعًا عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ الْمُغِيرَةِ – وَاللَّفْظُ لِشَيْبَانَ – حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ، حَدَّثَنَا ثَابِتٌ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ صُهَيْبٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ» (رواه مسلم في باب المؤمن أمره كله حير)
Telah menceritakan kepada kami Hadāb ibn Khālid al-Azdiy da Syaiban ibn Farrūkh seluruhnya dari Sulayman ibn al-Mughīrah -secara lafazd dari Syaiban- telah menceritakan kepada kami Tsābit dari ‘Abd al-Rahmān ibn Abi Layla dari Shuhaib berkata, Rasulullah saw bersabda: “Sungguh menakjubkan perkara seorang muslim. (Karena) sesungguhnya segala perkara seorang muslim adalah baik. Dan perkara demikian tidak ada pada seorang pun kecuali seorang muslim. (Yaitu) apabila seorang muslim ditimpa dengan kesenangan, maka (respon) yang muncul adalah rasa syukur. Maka hal tersebut adalah sesuatu yang baik. Dan apabila seorang muslim ditimpa dengan kesusahan, maka (respon) yang muncul adalah rasa sabar. Maka hal tersebut adalah sesuatu yang baik“. (HR. Muslim).
Dengan begitu, segala konsep yang ada pada kaum muslimin –baik itu pokok maupun sekunder- harus dipahami dan disempurnakan. Kesalahan memahami konsep pokok dapat berakhir dengan penyimpangan. Walau tak separah konsep pokok, seorang muslim tetap harus memperhatikan konsep sekunder. Mengapa? Karena konsep sekunder lah yang akan membentuk karakteristik sebagai seorang muslim seutuhnya. Dan hal tersebut sangat penting di dunia anomali dan pancaroba seperti saat ini. WaAllahu a’lam bisshowab.[]
*Tulisan ini berdasarkan uraian Ust. Anton Ismunanto pada seri kajian “Apa sih, Islamic Worldview itu?” bagian kedua yang diselenggarakan oleh Rasyidi Circle For Islamic Thought Studies pada hari Ahad, 7 Juni 2020, via webinar Google Meet. Merujuk pada penjelasan Ust. Hamid Fahmy Zarkasy dan disertai juga dengan beberapa penukilan data dari makalah beliau yang bertajuk “Islam Sebagai Pandangan Hisup (Asas Bagi Kajian Perbandingan Islam dan Barat)” yang disampaikan dalam Workshop Pemikiran Islam Kontemporer di Kairo, Mesir pada tanggal 11-14 Februari 2006. Serta diperkaya dengan beberapa penambahan dari beberapa sumber oleh penulis.
Oleh: Muhammad Azzam Al Faruq (Alumnus Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2019, saat ini sedang melanjutkan pendidikan S1 di Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar, Mesir. Penulis juga merupakan salah satu founder Rasyidi Circle) Editor: Hafizhan Arhab Juswil