Lembaga Pers Mu’allimin — Yang dulu ada sekarang hilang, yang dulu mengenang sekarang hanya terkenang.
Begitulah gambaran yang aku rasakan pada Lebaran tahun ini, seperti itulah yang tergambar. Pertama, malam takbiran yang kulihat tidak semeriah tahun tahun sebelumnya, tidak adanya pawai, tidak adanya obor menyala yang dipegang oleh anak-anak seumuran ku atau dibawahnya atau mungkin diatasnya yang mengelilingi setiap kampung, hanya takbiran yang digaungkan setiap detiknya yang kudengar pada malam itu, karena juga pada malam itu aku begadang. Kedua, saat waktu salat Ied, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, hanya saja yang biasanya berbaris salaman sekarang sudah berkurang dan tidak sebanyak yang dulu, hanya itu.
Dan ini yang membuatku merasa ada hal yang berbeda, silaturahmi. Dulu banyak tempat yang aku kunjungi untuk “sungkeman” adat seperti biasa, tapi sekarang aku merasa berkurang dan semakin sedikit, entah itu faktor apapun tetapi aku merasakan perbedaan tersebut. Perasaan saat silaturahmi pun juga sedikit menghilang entah mengapa, vibes yang berkurang. Suasana siang hari pun juga berbeda karena hujan yang begitu tiba-tibanya turun dan anehnya hujan ini turun saat siang hari yang sedang terik-teriknya memancarkan sinarnya, dan saat hujan pun masih sangat terang, entah apa namanya.
Juga bulikku, adek dari bapakku yang baru kali ini tidak bisa membersamai keluarga utuh bapakku yang biasanya setiap Lebaran pasti berkumpul lengkap, tetapi tidak dengan tahun ini. Sepupuku qodarullah sakit dan tidak bias di hari lebaran itu juga untuk mudik berkumpul di Klaten, dan walau akhirnya bias berkumpul dan tiba di Klaten pada malam dimana aku pulang 1 hari kemudian.
Oleh: Rifa'i Hilmy Arrasyid. Editor: Haidar Ahmad Zabran Aliyuddin.
