29.4 C
Yogyakarta
Jumat, 27 Juni 2025
BerandaArtikelAlumni Ponpes Melulu Jadi Ulama, Kata Siapa?

Alumni Ponpes Melulu Jadi Ulama, Kata Siapa?

Selama ini alumni pondok pesantren selalu diidentikkan dengan ulama atau pemuka agama, atau apapun yang memiliki sangkut paut yang kental dengan keagamaan. Pemikiran seperti ini wajar saja, dan nggak salah, apalagi sampai disalah-salahkan, karena stigma pondok emang penuh dengan keagamaan. Aku pun saat mau ndaftar ke pesantren sempat berpikir kayak gitu. Tapi pernah ngga sih kalian berpikir kalo sebenarnya alumni pondok itu tetap bisa jadi apa yang mereka inginkan tanpa terpengaruh dengan stigma diatas?

Pemikiranku berubah 180 derajat, ketika aku mengikuti acara Taruna Melati I, yang diadakan Pimpinan Panting Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) di sekolahku. Acara itu berupa pelatihan. Acara berjalan seperti yang diperkirakan. Membuat bosan para peserta termasuk aku. Bahkan beberapa teman-temanku sudah kalah dilahap kantuk (maklum kebiasaan anak pondok, hehe) saat materi berlangsung.

Acara terus berlanjut diikuti dengan rasa bosan yang tak tertahankan hingga pukul setengah sepuluh malam. Setelah itu harusnya waktu tidur untuk peserta. Tapi panitia berkata lain. Peserta dipaksa untuk tetap tinggal di aula (tempat diadakannya acara). Katanya bakal ada materi tambahan, semacam sarasehan alumni. Sambat-sambat secara spontan terucap untuk panitia. Tapi sambat-sambat itu langsung berubah menjadi keseruan dan sekaligus mengubah pandanganku selama ini tentang pondok pesantren

Tiga orang muncul. Satu berperawakan gendut dengan belahan rambut tengah yang aduhai, dan sisanya berperawakan kurus. Selama ini alumni-alumni pesantrenku yang kukenal adalah penggerak-penggerak organisasi otonom Muhammadiyah. Tapi alumni yang tiga ini beda. Semua alumni bergerak di dunia entertainment. Viki Rahardja, barista sekaligus influencer untuk beberapa akun perkopian. Humam Mufid, basis band indie Jogja, FSTVLST. Dan yang terakhir dan yang paling menarik, Yusril Ihza Fahriza, seorang komika dan aktor untuk beberapa film, salah satunya Cek Toko Sebelah.

Suasana acara yang sedari tadi sepaneng berubah total. Mas Yusril berhasil mencairkan suasana, mencair seperti es batu yang meleleh. Riang tawa memenuhi ruangan. Para alumni menceritakan cerita-cerita asam pahitnya hidup di asrama hingga sekarang bisa nyasar dan sukses di posisi masing-masing. Mas Yusril yang emang dari sudah dari sananya memiliki basic trouble maker di kelas bercerita, dulunya emang nggak bisa diam dan gak bisa ada di suasana yang diam-diam aja. Selalu ada keributan yang mengundang gelak tawa. Mas Humam bercerita karir musiknya yang sudah dirintis mulai dari band di pesantren dulu. Yang unik adalah Mas Viki. Ia sebenarnya selain alumni pondok, juga alumni sekolah nuklir di Indonesia. Cerita nyasarnya yang njelimet membuat cerita semakin unik dan lucu. Karena di setiap ceritanya disahut oleh candaan dari Mas Yusril. Mas Viki bilang dulu bekerja di kafe untuk tambahan uang sangu, ehh malah jadi kayak sekarang.

Sebenarnya masih banyak alumni pondok pesantren yang memiliki cerita sama. Sebagai contoh Dzawin Nur, Tretan Muslim, dan lain-lain. Tapi bisa bertemu langsung dan berbagi cerita adalah pengalaman yang luar biasa. Maklum, jarang ketemu orang terkenal, hehehe.

Perjuangan mereka mengajarkan, bukan saja tentang menjadi orang terkenal seperti sekarang, tapi juga melawan stigma-stigma alumni pondok pesantren, yang mengatakan harusnya alumni pondok pesantren tidak menjadi seorang entertaint yang notabenenya sering memiliki pandangan yang berlawanan dengan dunia Islam.

Sehabis sarasehan dengan alumni selesai, aku dan teman-teman masih nggak habis pikir dengan alumni yang tiga ini. Alumni yang beda dari yang lain. Aku dan temanku tidak langsung tidur selepas acara itu. Kami masih berbincang tentang alumni tadi. Betapa uniknya mereka dengan keunikan mereka masing-masing. Hingga bincang itu larut tengah malam kami berspekulasi bahwasanya “Alumni pondok pesantren tidak hanya bisa menjadi ulama, pemuka agama, dan lain-lain. Tapi juga bisa menjadi orang-orang hebat seperti mereka.”

Alumni pondok pesantren juga tetap bisa menjadi apa yang mereka inginkan dan cita-citakan dan nggak harus terpaku pada stigma harus jadi ulama yang identik dengan sarung, kopiah, dan dakwah dari masjid ke masjid.

Oleh: Nafiis Anshaari
Editor: Ahmad Rulim
Disclaimer: Konten adalah hak cipta dan tanggung jawab masing-masing pembuat, kecuali dinyatakan sebaliknya. Selengkapnya

Ikuti KweeksNews!

105FansSuka
1,153PengikutIkuti
41PengikutIkuti

Kiriman Terbaru

- Iklan -